Kalau kita perhatikan bentuk dan gaya hidup masyarakat yang terwujud dalam mode pakaian, gaya rambut, selera makan, alat komunikasi yang digunakan serta kepemilikan terhadap barang elektronik, semakin kita sadari bahwa sekarang kita betul-betul hidup dalam era globalisasi. Coba kita perhatikan kawasan kota-kota besar Indonesia dipenuhi oleh menjamurnya pusat-pusat pebelanjaan dan hiburan semacam plaza, mall, supermarket, cafe, pub, diskotik, karaoke, panti sauna, dan spa. Lewat sarana inilah yang menyebabkan meningkatnya secara drastis pola dan budaya konsumsi.
Pusat-pusat perbelanjaan tersebut biasanya menempati lokasi dan kawasan-kawasan strategis serta pusat keramaian. Dalam pengembangan usahanya, tidak jarang kita mendengar melalui pemberitaan koran dan TV, pusat-pusat perbelanjaan tersebut menggusur lokasi pasar tradisional, kantor pemerintah ataupun sekolah-sekolah. Ini mengisyaratkan betapa kapital lebih berkuasa dan dominan menentukan bagaimana tata ruang kota dibentuk, bahkan kalau perlu harus menyingkirkan ruang-ruang publik dan sarana-sarana sosial warga kota.
Plaza dan mall yang buka dari pagi sampai malam memungkinkan orang untuk berbelanja segala kebutuhan dan kesenangan dengan sepuas-puasnya. Barang-barang dipajang sedemikian rupa dalam counter-counter yang menggoda, sehingga pembeli langsung bisa mengambilnya sebanyak yang dia suka. Anda dengan mudah bisa membeli TV, alat dapur, barang elektronik, sama mudahnya dengan belanja kebutuhan dapur dan makanan kaleng yang kemudian dibayang tunai (cash) atau menggunakan kartu kredit. Belanja menjadi urusan yang gampang, asyik, sejuk seperti halnya udara ruangan mall yang ber-AC dan harum. Mall seringkali juga dilengkapi dengan tempat permainan (games) buat anak-anak, yang menjadikan mall berfungsi ganda; belanja dan rekreasi untuk segala usia. Kondisi inilah yang kian memicu kian suburnya budaya konsumesrisme dalam masyarakat kita.
Dalam soal makanan, dengan mudahnya kita melihat maraknya pendirian restoran fast food yang menawarkan citra modern dan identitas gaya hidup baru di pelbagai pelosok negeri. Seakan ada norma baru yang berlaku, anda akan dianggap udik, kolot, dan kampungan bila belum menyantap pizza, hamburger dan sebangsanya. Sebalikya bagi mereka yang sudah mencoba langsung merasa menjadi bagian dari orang modern. Bisnis dalam bidang fast food sebagaimana kita ketahui adalah bisnis waralaba dari jaringan bisnis besar makanan/minuman semacam, KFC, McDonald, Pizza Hut, Hoka Bento Coca Cola dan sejenisnya.
Perilaku anak muda kita menarik untuk disimak, para pemuda kita begitu menggandrungi model rambut David Berckham, pemain sepak bola yang terkenal itu. Demikian pula halnya dengan remaja putri, potongan rambut dan gaya berpakaian mereka nyaris tidak ada bedanya dengan remaja putri para bintang film Amerika. Gaya ala bintang Hollywood dan acara MTV, sudah menghipnotis para remaja di belahan dunia manapun, yang menyimbolkan gaya hidup remaja yang menyiratkan kebebasan ala American style. Gaya hidup anak muda yang tergambar dalam film remaja seperti Baverly Hill ternyata banyak mempengaruhi pandangan persepsi remaja tentang persoalan seks dan pernikahan yang pada akhirnya menyebarkan virus gaya hidup serba permisif dalam tingkah laku sehari-hari mereka. Gaya berpakaian ala penyanyi Britney Spears langsung diserap menjadi rujukan mode bagi gadis remaja di kota-kota. Setiap lirik-lirik dari lagu-lagunya oleh para remaja nyaris terhapalkan di luar kepala.
Bukan hanya remaja yang terkena dampak dari budaya konsumerisme, orang dewasa pun banyak yang terjebak dalam bujuk rayu kapitalisme. Bagi orang miskin tentu sulit memahami bagaimana sebuah kendaraan bisa memiliki harga ratusan juta bahkan satu milliar lebih. Mobil-mobil mewah sepeti Volvo, Jeep, Land Cruiser dan Mercedez Benz, menurut pandangan pemiliknya memiliki citra yang tidak akan tergantikan oleh merek lain. Apalagi untuk seri-seri tertentu dari merek tersebut hanya dibuat secara terbatas, menyebabkan pemiliknya merasa memiliki prestisius sebagai orang pilihan. Kelebihan yang dimiliki oleh mobil mewah sesungguhnya bukan pada fasilitas dan kelengkapannya, melainkan lebih kepada merek itu sendiri. Padahal kalau diperhatikan dari segi teknologi dan fasilitas yang ada dari kendaraan tersebut hanya sedikit lebih saja dengan mobil-mobil dengan harga yang relatif terjangkau.
team Smart.
Pusat-pusat perbelanjaan tersebut biasanya menempati lokasi dan kawasan-kawasan strategis serta pusat keramaian. Dalam pengembangan usahanya, tidak jarang kita mendengar melalui pemberitaan koran dan TV, pusat-pusat perbelanjaan tersebut menggusur lokasi pasar tradisional, kantor pemerintah ataupun sekolah-sekolah. Ini mengisyaratkan betapa kapital lebih berkuasa dan dominan menentukan bagaimana tata ruang kota dibentuk, bahkan kalau perlu harus menyingkirkan ruang-ruang publik dan sarana-sarana sosial warga kota.
Plaza dan mall yang buka dari pagi sampai malam memungkinkan orang untuk berbelanja segala kebutuhan dan kesenangan dengan sepuas-puasnya. Barang-barang dipajang sedemikian rupa dalam counter-counter yang menggoda, sehingga pembeli langsung bisa mengambilnya sebanyak yang dia suka. Anda dengan mudah bisa membeli TV, alat dapur, barang elektronik, sama mudahnya dengan belanja kebutuhan dapur dan makanan kaleng yang kemudian dibayang tunai (cash) atau menggunakan kartu kredit. Belanja menjadi urusan yang gampang, asyik, sejuk seperti halnya udara ruangan mall yang ber-AC dan harum. Mall seringkali juga dilengkapi dengan tempat permainan (games) buat anak-anak, yang menjadikan mall berfungsi ganda; belanja dan rekreasi untuk segala usia. Kondisi inilah yang kian memicu kian suburnya budaya konsumesrisme dalam masyarakat kita.
Dalam soal makanan, dengan mudahnya kita melihat maraknya pendirian restoran fast food yang menawarkan citra modern dan identitas gaya hidup baru di pelbagai pelosok negeri. Seakan ada norma baru yang berlaku, anda akan dianggap udik, kolot, dan kampungan bila belum menyantap pizza, hamburger dan sebangsanya. Sebalikya bagi mereka yang sudah mencoba langsung merasa menjadi bagian dari orang modern. Bisnis dalam bidang fast food sebagaimana kita ketahui adalah bisnis waralaba dari jaringan bisnis besar makanan/minuman semacam, KFC, McDonald, Pizza Hut, Hoka Bento Coca Cola dan sejenisnya.
Perilaku anak muda kita menarik untuk disimak, para pemuda kita begitu menggandrungi model rambut David Berckham, pemain sepak bola yang terkenal itu. Demikian pula halnya dengan remaja putri, potongan rambut dan gaya berpakaian mereka nyaris tidak ada bedanya dengan remaja putri para bintang film Amerika. Gaya ala bintang Hollywood dan acara MTV, sudah menghipnotis para remaja di belahan dunia manapun, yang menyimbolkan gaya hidup remaja yang menyiratkan kebebasan ala American style. Gaya hidup anak muda yang tergambar dalam film remaja seperti Baverly Hill ternyata banyak mempengaruhi pandangan persepsi remaja tentang persoalan seks dan pernikahan yang pada akhirnya menyebarkan virus gaya hidup serba permisif dalam tingkah laku sehari-hari mereka. Gaya berpakaian ala penyanyi Britney Spears langsung diserap menjadi rujukan mode bagi gadis remaja di kota-kota. Setiap lirik-lirik dari lagu-lagunya oleh para remaja nyaris terhapalkan di luar kepala.
Bukan hanya remaja yang terkena dampak dari budaya konsumerisme, orang dewasa pun banyak yang terjebak dalam bujuk rayu kapitalisme. Bagi orang miskin tentu sulit memahami bagaimana sebuah kendaraan bisa memiliki harga ratusan juta bahkan satu milliar lebih. Mobil-mobil mewah sepeti Volvo, Jeep, Land Cruiser dan Mercedez Benz, menurut pandangan pemiliknya memiliki citra yang tidak akan tergantikan oleh merek lain. Apalagi untuk seri-seri tertentu dari merek tersebut hanya dibuat secara terbatas, menyebabkan pemiliknya merasa memiliki prestisius sebagai orang pilihan. Kelebihan yang dimiliki oleh mobil mewah sesungguhnya bukan pada fasilitas dan kelengkapannya, melainkan lebih kepada merek itu sendiri. Padahal kalau diperhatikan dari segi teknologi dan fasilitas yang ada dari kendaraan tersebut hanya sedikit lebih saja dengan mobil-mobil dengan harga yang relatif terjangkau.
team Smart.