Analisis korelasi


Teknik analisis korelasi digunakan untuk mengetahui adanya hubungan suatu kejadian atau variabel yang lain. Variabel yang dianalisis dalam korelasi terdiri dari variabel bebas ( independent variable = X ) dan variabel terikat ( dependent variable = Y ). Dalam analisis korelasi ini akan menghasilkan ukuran yang disebut dengan koefisien korelasi yang disimbolkan r ( rho). Koefisien korelasi ini menunjukkan seberapa kuat hubungan antar variabel. Nilai koefisien korelasi ini berada pada kisaran angka minus satu (-1) sampai plus 1 (+1). Koefisien korelasi negatif menunjukkan hubungan yang terbalik , dimana pengaruh yang terjadi adalah pengaruh negatif yaitu kenaikan suatu variabel akan menyebabkan penurunan suatu variabel dan sebaliknya. Koefisien positif menunjukkan hubungan searah dari dua variabel , dimana kenaikan suatu variabel akan menyebabkan kenaikan variabel yang lain dan sebaliknya penurunan suatu variabel akan menyebabkan penurunan pada variabel yang lain. Koefisien sebesar nol menunjukkan tidak adanya hubungan antara dua variabel. Dimana kenaikan atau penurunan suatu variabel tidak akan mempengaruhi variabel yang lain.


Referensi
Suwardie, 2010. Kajian Aplikasi SPSS Pengolahan Data Sosial Ekonomi. Yogyakarta.Penerbit Kepel Press
Santosa, Purbaya Budi dan Ashari, 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta. Penerbit  ANDI


read more “Analisis korelasi”

Corporate Governance

  Pada dasarnya prinsip corporate governance meliputi empat komponen utama yang diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengembangkan kepentingan stakeholder yaitu fairness, transparency, accountability dan responsibility (Sulistyanto, 2008). Fairness atau keadilan merupakan perlindungan terhadap hak seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas (minority stakeholder), untuk memperoleh informasi secara tepat waktu dan teratur, memberikan suara dalam rapat pemegang saham, memilih direksi dan komisaris dan pembagian laba perusahaan. Selain itu keadilan juga menekankan pentingnya perlindungan untuk pemegang saham dari berbagai penyimpangan orang dalam perusahaan, misalnya praktek insider trading, self-dealing, keputusan manajer lain yang merugikan kepentingan seluruh pemegang saham dan konflik dalam menetapkan peran dan tanggung jawab dewan komisaris, manajer (direksi) dan komite termasuk sistem remunerasi , menyajikan dan mengungkapkan informasi secara wajar.
    Transparansi atau transparency merupakan pengungkapan (disclosure) setiap kebijakan atau aturan yang akan diterapkan perusahaan, sebab kepercayaan investor dan efisiensi pasar sangat tergantung dari pengungkapan kinerja perusahaan secara adil, akurat dan tepat waktu. Ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan untuk mewujudkan prinsip ini, yaitu:
a. Mengembangkan sistem akuntansi yang berbasis standar akuntansi yang diterima secara umum dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang berkualitas.
b. Mengembangkan teknologi informasi (information tecnology) dan sistem informasi manajemen (managemet information system) untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai dan proses pengambilan keputusan yang efektif oleh komisaris dan manajer.
c. Mengembangkan manajemen resiko korporasi (enterprise risk management) untuk memastikan bahwa semua resiko telah diidentifikasi, diukur, dan dapa dikelola pada tingkat yang jelas.
d. Mengumumkan jabatan yang kosong agar setiap pihak mengetahuinya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pengangkatan pejabat perusahaan dengan cara-cara yang kolutif atau nepotisme.
Accountability atau akuntabilitas didasarkan pada sistem internal checks and balances yang mencakup praktik audit yang sehat dan dicapai melalui pengawasan yang efektif yang didasarkan pada keseimbangan kewenangan antara pemegang saham, komisaris, manajer dan auditor. Ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan untuk mewujudkan prinsip ini, yaitu:
a.   Perusahaan dituntut untuk menyiapkan laporan keuangan pada waktu dan cara yang tepat.
b.   Perusahaan harus mengembangkan komite audit dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan yang dijalankan oleh dewan komisaris.
c.  Perusahaan harus mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi auditor internal sebagai mitra bisnis strategis berdasarkan best practices.
d. Perusahaan harus menjaga manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan menangani pertentangan.
e.    Perusahaan harus menggunakan jasa auditor eksternal yang profesional.

    Responsibility atau resposibilitas merupakan tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi hukum dan perundang-undangan yang berlaku, termasuk ketentuan mengenai lingkungan hidup, perlindungan konsumen, perpajakan, ketenagakerjaan, larangan monopoli dan praktik persaingan yang tidak sehat, kesehatan dan keselamatan kerja dan peraturan lain yang mengatur kehidupan perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya.


Referensi

Boediono,G.SB.2005. Kualitas Laba : Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo, 15-16 September 2005.
Sulistyanto,Sri.2008. Manajemen Laba Teori dan Model Empiris, P.T. Grasindo, Jakarta.


Team Smart


read more “Corporate Governance”

Karakteristik Tindakan Hukum

 Karakteristik Tindakan Hukum Pemerintahan.

         Di kalangan para sarjana terjadi perbedaan pendapat mengenai sifat tindakan hukum pemerintahan ini. Sebagian menyatakan bahwa perbuatan hukum yang terjadi dalam lingkup hukum publik selalu bersifat sepihak atau hubungan hukum bersegi satu (eenzijdige). Bagi mereka tidak ada perbuatan hukum publik bersegi dua, tidak ada perjanjian yang diatur oleh hukum publik. Bilamana antara pemerintah dengan seorang partikelir diadakan suatu perjanjian, maka hukum yang mengatur perjanjian itu senantiasa hukum privat. Perjanjian itu suatu perbuatan hukum yang bersegi dua karena diadakan oleh dua kehendak (yang ditentukan dengan sukarela), yakni suatu persesuaian kehendak (wilsovereenstemming) antara dua pihak. Sementara sebagian penulis lain menyatakan, ada perbuatan hukum pemerintahan bersegi dua (tweezijdige). Mereka mengakui adanya perjanjian yang diatur oleh hukum publik seperti kortverband contract atau perjanjian kerja yang berlaku selama jangka pendek.

         Meskipun dikenal adanya tindakan pemerintah yang bersegi dua, namun dari argumentasi masing-masing penulis tampak bahwa pada prinsipnya semua tindakan pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugas publik lebih merupakan tindakan sepihak atau bersegi satu. Indroharto bahkan menyebutkan bahwa tindakan hukum tata usaha negara itu selalu bersifat sepihak. Tindakan hukum tata usaha negara itu dikatakan bersifat sepihak karena dilakukan tidaknya suatu tindakan hukum tata usaha negara yang memiliki kekuatan hukum itu pada akhirnya tergantung kepada kehendak sepihak dari badan atau jabatan tata usaha negara yang memiliki wewenang pemerintahan untuk berbuat demikian.

         Pada perjanjian kerja jangka pendek (kortverband contract), yang dijadikan contoh hubungan hukum dua pihak dalam hukum publik harus dianggap sebagai cara pelaksanaan tindakan pemerintahan bukan esensi dari tindakan hukum pemerintahan itu sendiri. Dengan kata lain, sebagaimana disebutkan W.F. Prins  yang lebih lazim terjadi ialah pernyataan kehendak pemerintah dijadikan titik berat dalam pelaksanaannya, sedangkan kegiatan pihak yang bersangkutan, yang melahirkan awal usahanya, menjadi tergeser ke belakang, sekalipun kemudian ditentukan bahwa pihak yang bersangkutan harus menyetujui penawaran yang diberikan oleh pemerintah kepadanya. Demikian pula pada ijin usaha pertambangan dan konsesi pertambangan tidak dapat dikatakan bahwa pihak yang bersangkutan berkesempatan untuk terlebih dahulu menyatakan persetujuannya. Sebab ijin pengusahaan pertambangan dan konsesi pertambangan tersebut terjadinya justru karena keputusan pemerintah yang sifatnya sepihak dan berlaku seketika.

         Dalam suatu negara hukum setiap tindakan hukum pemerintahan selalu harus didasarkan pada asas legalitas atau harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya tindakan hukum pemerintahan itu pada dasarnya adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dalam rangka mengatur dan melayani kepentingan umum yang dikristalisasikan dalam ketentuan undang-undang yang bersangkutan. Ketentuan undang-undang ini melahirkan kewenangan tertentu bagi pemerintah untuk melakukan tindakan hukum tertentu. Karena kewenangan ini hanya diberikan kepada organ pemerintahan tertentu, tidak kepada pihak lain, maka tindakan hukum pemerintahan itu pada dasarnya bersifat sepihak, bukan hasil persetujuan dengan pihak yang dikenai tindakan hukum tersebut. Dalam hukum administrasi negara, hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara pemerintah, dalam kapasitasnya sebagai wakil dari jabatan pemerintahan bukan dalam kapasitasnya selaku wakil dari bawan pemerintahan, dengan seseorang atau badan hukum perdata tidak berada dalam kedudukan yang sejajar. Pemerintah memiliki kedudukan khusus (de overheid als bijzonder persoon), sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum dimana dalam rangka melaksanakan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan wewenang membuat peraturan perundang-undangan, menggunakan paksaan pemerintahan, atau menerapkan sanksi-sanksi hukum.

         Kedudukan pemerintah yang tidak dimiliki oleh seseorang atau badan hukum perdata ini menyebabkan hubungan hukum antara pemerintah dengan seorang atau badan hukum perdata bersifat ordinatif. Berbeda halnya dengan hubungan hukum berdasarkan hukum perdata, yang bertumpu pada asas otonomi dan kebebasan berkontrak. Hubungan hukum berdasarkan hukum perdata bersifat sejajar. Pemerintah, dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan hukum pemerintahan, bukan sebagai wakil dari jabatan pemerintahan, dapat mengadakan hubungan hukum berdasarkan hukum perdata dengan kedudukan yang sejajar atau tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum perdata. Meskipun hubungan hukumnya bersifat ordinatif, pemerintah tidak dapat melakukan tindakan hukum secara bebas dan semena-mena terhadap warga negara. Sebagaimana telah disebutkan, tindakan hukum pemerintah tetap terikat pada asas yang mendasari tindakan tersebut yaitu asas legalitas. Kalaupun kemudian dikenal adanya tindakan hukum dua pihak atau lebih, maka ini hanya menyangkut mengenai cara-cara merealisasikan tindakan hukum tersebut. Di atas disebutkan bahwa tindakan hukum dua pihak diatur dengan peraturan bersama. Kemunculan peraturan bersama pada hakekatnya hanyalah menyangkut cara untuk melaksanakan tugas dan urusan pemerintahan, yaitu ketika tugas dan urusan pemerintahan tertentu kebetulan ada kesamaan dengan organ pemerintahan lainnya atau karena ada tujuan agar pelaksanaan tugas dan urusan tersebut dapat terselenggara secara efektif dan efisien dengan cara dilaksanakan secara bersama-sama.

         Pada kenyataannya, tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan sendiri oleh organ pemerintahan yang diberi kewenangan untuk menjalankan tugas dan urusan tersebut, serta tidak semua tugas dan urusan pemerintahan dapat dijalankan secara bersama-sama dengan organ pemerintahan lainnya. Hal ini karena ruang lingkup urusan pemerintahan itu demikian luas dan komplek, sehingga untuk efektivitas dan efisiensi diperlukan pula keterlibatan pihak swasta, yang diwujudkan dengan cara kerja sama atau perjanjian. Tindakan hukum pemerintahan yang dilakukan dengan melibatkan pihak swasta ini disebut sebagai tindakan hukum campuran (de gemengd rechtshandeling).

         Di samping dikenal karakteristik tindakan hukum pemerintahan yang bersifat sepihak, dikenal pula karakteristik tindakan hukum pemerintahan yang bersifat terikat, fakultatif dan bebas. Karakteristik tindakan hukum demikian ini berkenaan dengan dasar bertindak yang dimiliki oleh organ pemerintahan, yaitu kewenangan (bevoegdheid). Kewenangan pemerintahan ini ada yang bersifat terikat, fakultatif dan bebas.



Referensi

Ridwan HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta



team Smart Consultant




read more “Karakteristik Tindakan Hukum”
Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek yang lainnya (Kreitner dan Angelo, 2005).

Menurut Handoko (2001), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.

Kepuasan kerja (Job Satisfaction) merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka (Davis dan Newstrom, 1989 dalam Amilin dan Dewi, 2008).

Karyawan yang memiliki sikap perjuangan, pengabdian, disiplin, dan  kemampuan profesional sangat mungkin mempunyai prestasi kerja dalam melaksanakan tugas sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna. Karyawan yang profesional dapat diartikan sebagai sebuah pandangan untuk selalu perpikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi, dan penuh dedikasi demi untuk keberhasilan pekerjaannya (Hamid, et al., 2003).

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan.


Aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja menurut Robbins ( 1993 ), yaitu :
1. Kerja yang secara mental menantang
2. Imbalan yang pantas
3. Kondisi kerja yang mendukung
4. Rekan kerja yang mendukung
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan

Dan menurut Schemerhorn (2000) mengidentifikasi lima aspek lagi yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu:
1. Pekerjaan itu sendiri ( work it self )
2. Penyelia (supervision )
3. Teman sekerja ( workers )
4. Promosi ( promotion )
5. Gaji/upah (pay )


Referensi

Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: BPFE Press.
Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo. 2005. Perilaku Organisasi (organizational Behavior) Edisi ke-5. Penterjemah: Erly Suandy. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Team Smart

read more “ ”

Belajar

Pembelajaran


         Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) bahwa pembelajaran adalah berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang memberikan kepada orang lain supaya diketahui atau diturut. Sedangkan pembelajaran adalah suatu proses, cara menjadikan orang/mahluk hidup belajar. Dalam kamus pendidikan (1999) yang dimaksud dengan pembelajaran adalah penciptaan kondisi dan situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang efisien dan efektif bagi peserta didik.

       Menurut Syah (2008), proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.

       Oleh karena belajar itu merupakan aktivitas yang berproses, sudah tentu didalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui fase-fase yang antara satu dengan lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Menurut  Jerome S. Bruner (Barlow, 1985) dalam  Syah (2008) proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode atau fase yaitu: 1) fase informasi (tahap penerimaan materi); 2) fase transformasi (tahap pengubahan materi); 3) fase evaluasi (tahap penilaian materi).

       Menurut Wittig (1981) dalam Syah (2008) setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:
1.  Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi). Pada tingkatan acquisition seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini terjadi pula asimilasi antara pemahaman dengan perilaku baru dalam keseluruhan perilakunya. Proses acquisition dalam belajar merupakan tahapan yang paling mendasar. Kegagalan pada tahap ini akan mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap berikutnya.
2.  Storage (tahap penyimpanan informasi). Pada tingkatan storage, seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang diperoleh ketika menjalani proses acquisition. Peristiwa ini sudah tentu melibatkan fungsi short term dan long term memori.
3.  Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi). Pada tingkatan retrieval, seorang siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketika menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Proses retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa informasi, symbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atas stimulus yang sedang dihadapi.


Referensi
Depdikbud Dirjen Dikti. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Balai Pustaka.
Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya


Team Smart
read more “Belajar”
Macam Tindakan Hukum Pemerintahan
 
Telah disebutkan bahwa pemerintah atau administrasi negara adalah subyek hukum yang mewakili dua institusi yaitu jabatan pemerintahan dan badan (lichaam) hukum pemerintahan, karena mewakili dua institusi maka dikenal ada dua macam tindakan hukum yaitu tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat. Di Negara Belanda, tindakan hukum pemerintahan dijelaskan sebagai berikut:
    Tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat. Tindakan hukum publik berarti tindakan hukum yang dilakukan tersebut didasarkan pada hukum publik atau yaitu tindakan hukum yang dilakukan berdasarkan hukum publik, sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan.

Kedudukan hukum pemerintah atau administrasi negara yang mewakili dua institusi, tampil dengan “twee petten” dan diatur dengan dua bidang hukum yang berbeda yaitu hukum publik dan hukum privat, akan melahirkan tindakan hukum dengan akibat-akibat hukum yang berbeda, yang di dalam praktek agak sukar dibedakan kapan tindakan hukum diatur oleh hukum publik dan kapan diatur dan tunduk pada hukum perdata, apalagi dengan adanya kenyataan sebagai akan ternyata di bawah bahwa tindakan hukum administrasi negara tidak selalu dilakukan oleh organ pemerintahan, tetapi juga oleh seseorang atau badan hukum perdata dengan persyaratan tertentu. Di samping itu, ada pula kesukaran lain dalam menentukan garis batas (scheidingslijn) tindakan pemerintah apakah bersifat publik atau privat, terutama sehubungan dengan adanya dua macam tindakan hukum publik, yaitu yang bersifat murni (de puur publiekrechtelijke), sebagai tindakan hukum yang dilaksanakan berdasarkan kewenangan publik dan bersifat campuran atau tidak murni antara hukum
publik dan hukum privat (de gemengd publiek en privaatrechtelijke).  Oleh karena itu diperlakukan klarifikasi mengenai kapan tindakan hukum administrasi negara itu bersifat dan diatur oleh hukum perdata dan kapan diatur dan tunduk pada hukum publik.

Secara teoretis, cara untuk menentukan apakah tindakan pemerintahan itu diatur oleh hukum privat atau hukum publik adalah dengan melihat kedudukan pemerintah dalam menjalankan tindakan tersebut. Jika pemerintah bertindak dalam kualitasnya sebagai pemerintah, maka hanya hukum publiklah yang berlaku, jika pemerintah bertindak tidak dalam kualitas pemerintah, maka hukum privatlah yang berlaku.  Dengan kata lain, ketika pemerintah terlibat dalam pergaulan keperdataan dan bukan dalam kedudukannya sebagai pihak yang memelihara kepentingan umum, ia tidak berbeda dengan pihak swasta yaitu tunduk pada hukum privat. Cara lain adalah dengan melakukan pembedaan antara overheid sebagai pemegang kewenangan pemerintahan dengan lichaam sebagai badan hukum. Dalam kaitannya dengan daerah, diketahui bahwa daerah adalah badan hukum publik, yang di satu sisi sebagai overheid dan di sisi lain sebagai licham. Sebagai overheid, daerah melaksanakan kewenangan atau tugas-tugas pemerintahan yang diberikan dan diatur oleh ketentuan hukum publik. Sebagai licham, daerah adalah sebagai wakil dari badan hukum yang dapat bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada ketentuan hukum perdata.
Sebagai contoh ketika Kabupaten membeli beberapa mobil bus baru untuk kepentingan perusahaannya, Kabupaten melaksanakan perjanjian jual beli yang didasarkan pada hukum perdata. Disebutkan juga bahwa sebagaimana badan hukum privat, Kabupaten adalah pemikul hak dan kewajiban keperdataan, Kabupaten dapat melakukan berbagai tindakan hukum berdasarkan hukum perdata, ia dapat terlibat dalam lalu lintas pergaulan hukum “biasa”. Apabila Kabupaten melakukan tindakan tersebut, secara prinsip kedudukannya sama dengan seseorang atau badan hukum. Dengan demikian, pemerintah (pemerintah daerah) dapat melakukan perbuatan atau tindakan hukum publik dan tindakan hukum keperdataan.

Berkenaan dengan tindakan hukum publik dari organ pemerintahan ini, di Negara Belanda disebutkan sebagai berikut:
    Tindakan hukum publik yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya, dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik yang bersifat sepihak dan tindakan banyak pihak. Peraturan bersama antar Kabupaten atau antara Kabupaten dengan Provinsi adalah contoh dari tindakan hukum publik beberapa pihak. Tindakan hukum publik sepihak berbentuk tindakan yang dilakukan sendiri oleh organ pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum publik, contohnya adalah pemberian izin bangunan dari Walikota, pemberian bantuan (subsidi), perintah pengosongan bangunan/rumah dan sebagainya.



Referensi :
  Bagir Manan, 1996, Bentuk-Bentuk Perbuatan Keperdataan yang Dapat Dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Majalah Ilmiah Universitas Padjadjaran, No. 3, Vol. 14, hlm. 27-29
  N.E. Algra, et.al., 1983, Mula Hukum Beberapa Bab Mengenai Hukum dan Ilmu Untuk Pendidikan HUkum dalam Pengantar Ilmu Hukum, Binacipta, Jakarta, hlm. 173-174
  Ridwan HR, 2003, Op. Cit, hlm. 85
  Ridwan HR, 2003, Op. Cit, hlm. 87
 
 Team smart
read more “ ”

Deskriptif

Metode Penelitian Deskriptif , Verifikatif

       Setiap penelitian yang akan dilakukan, terlebih dahulu harus ditentukan jenis penelitian dan metode yang akan digunakan sehingga tujuan dari penelitian dapat tercapai. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan verifikatif. Analisis deskriptif yaitu metode penelitian yang memberikan gambaran mengenai situasi dan kejadian sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar berlaku. Yang secara luas berarti bukan hanya membuat gambaran-gambaran fenomena tapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesa-hipotesa, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (Muh Nazir, 1999). Sedangkan menurut Sugiyono penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik suatu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain.
       Menurut Whitney (1960) yang dikutip oleh M. Nazir (1999;63) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dang pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
       Langkah-langkah umum dalam metode deskriptif adalah :
1.   Memilih dan merumuskan masalah
2.   Menentukan tujuan
3.   Memberikan limitasi
4.   Perumusan kerangka teori
5.   Menelusuri sumber-sumber kepustakaan
6.   Merumuskan hipotesis
7.   Melakukan kerja lapangan
8.   Membuat tabulasi serta analisis statistic
9.   Memberikan interpretasi
10. Mengadakan generalisasi
11. Membuat laporan penelitian

       Suharsimi Arikunto (2006;8) mengemukakan bahwa, “Penelitian verifkatif pada dasarnya ingin menguji kebenaran pengumpulan data di lapangan.” Berdasarkan jenis penelitian di atas, yaitu penelitian deskriftif dan verifikatif yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan, maka metode penelitian yang digunakan adalah explanatory survey. Explanatory survey adalah suatu survei yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara dua variabel melalui pengujian hipotesis. Menurut Kerlinger yang dikutip oleh Sugiyono (2008:11), yang dimaksud dengan metode survei yaitu:
“ Metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, destribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.”

referensi
Arikunto, Suharsimi, 2006, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”, Edisi Revisi IV, Jakarta, Rineka Cipta.
Sugiyono, 2008, “Metode Penelitian Bisnis”, Cetakan Kedua belas, Bandung, Alfabeta.


Team Smart
read more “Deskriptif”

Perjanjian Kredit Bank


Perjanjian Kredit Bank


 
       Salah satu dasar yang kuat dan jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah ketentuan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain.
  
       Pencantuman kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam di dalam pengertian kredit sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 angka 11 tersebut di atas, dapat mempunyai beberapa maksud, yaitu :   
  1. Pembentuk undang-undang bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank dan nasabah debitur yang berbentuk pinjam meminjam. Jadi dengan demikian hubungan kredit bank berlaku Buku Ketiga (tentang perikatan) pada umumnya dan Bab Ketigabelas (tentang pinjam meminjam) KUH Pedata pada khususnya.
  2. Pembentuk undang-undang bermaksud untuk mengharuskan hubungan kredit bank dibuat berdasarkan perjanjian tertulis, dengan tujuan agar perjanjian tersebut dapat dipergunakan sebagai alat bukti.
       Dalam pelaksanaannya, perjanjian kredit pada umumnya harus dapat memenuhi persyaratan sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang menentukan 4 syarat sahnya perjanjian , yaitu :
  1.  Kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian
  2.  Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
  3.  Adanya obyek tertentu
  4.  Adanya suatu sebab yang halal
       Empat syarat tersebut diatas merupakan syarat essensial dari suatu perjanjian, artinya tanpa 4 syarat tersebut perjanjian dianggap tidak pernah ada. Adapun syarat yang pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif, yaitu syarat mengenai orang atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan. 

       Dalam praktek, bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan bank yang lainnya tidak sama, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank dan disesuaikan jenis kreditnya. Jadi dengan demikian perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk yang baku, hanya saja dalam praktek ada banyak hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian kredit, misalnya berupa definisi istilah-istilah yang akan dipakai dalam perjanjian, jumlah dan batas waktu pinjaman, serta pembayaran kembali (repayment) pinjaman, penetapan bunga pinjaman dan denda bila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya.

       Perjanjian kredit ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaannya maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Adapun fungsi dari perjanjian kredit adalah sebagai berikut :
  1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan
  2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur
  3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit
       Secara yuridis formal ada 2 (dua) jenis perjanjian kredit atau pengikatan kredit yang digunakan oleh bank dalam menyalurkan kreditnya, yaitu :
  1.  Perjanjian/pengikatan kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan;
  2.  Perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris atau akta otentik.
       Pengertian perjanjian kredit di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat diantara mereka (kreditur dan debitur), dimana formulirnya telah disediakan oleh pihak bank (form standart/baku). Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian kredit notariil (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.


referensi :
  Gatot Wardoyo, 1992, Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank, Majalah Bank dan Manajemen, Edisi November-Desember 1992, hlm 64-69
  Hasanuddin Rahman, 1995, Pendekatan Teknis Filosofis Legal Audit Operasional Perbankan,

 

team smart
read more “Perjanjian Kredit Bank”

Hukum, Sejarah Hukum

Pengertian Hukum

     Membaca beberapa literatur utamanya yang terkait dengan Ilmu Hukum, maka akan kita temukan beberapa definisi/pengertian tentang “hukum”, dan definisi tentang “hukum” itu dapat pula kita temui dari kamus, ensiklopedi ataupun dari suatu aturan perundang-undangan.
    Berikut akan diurai definisi “hukum” dari beberapa aliran pemikiran dalam ilmu hukum yang ada, sebab timbulnya perbedaan tentang sudut pandang orang tentang apa itu “hukum” salah satunya sangat dipengaruhi oleh aliran yang melatarbelakanginya.
1. Aliran Sosiologis
   Roscoe Pound, memaknai hukum dari dua sudut pandang, yakni:

a.Hukum dalam arti sebagai tata hukum (hubungan antara   manusia dengan individu lainnya, dan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya, atau tata sosial, atau tata ekonomi).
b.Hukum dalam arti selaku kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif (harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi hubungan mereka atau menentukan tingkah laku mereka).

    Hukum bagi Rescoe Pound adalah sebagai “Realitas Sosial” dan negara didirikan demi kepentingan umum & hukum adalah sarana utamanya.
      
       Jhering menyatakan Law is the sum of the condition of social life in the widest sense of the term, as secured by the power of the states through the means of external compulsion (Hukum adalah sejumlah kondisi kehidupan sosial dalam arti luas, yang dijamin oleh kekuasaan negara melalui cara paksaan yang bersifat eksternal).


         Bellefroid menyatakan Stelling recht is een ordening van het maatschappelijk leven, die voor een bepaalde gemeenschap geldt en op haar gezag is vastgesteid (Hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di dalam masyarakat itu).

2.Aliran Realis

     Holmes menyatakan The prophecies of what the court will do… are what I mean by the law (apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan, itulah yang saya artikan sebagai hukum).
    Llewellyn menyatakan What officials do about disputes is the law it self (apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan, adalah hukum itu sendiri).

  Salmond menyatakan hukum dimungkinkan untuk didefinisikan sebagai kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan. Dengan perkataan lain, hukum terdiri dari aturan-aturan yang diakui dan dilaksanakan pada pengadilan.

3.Aliran Antropologi
     Schapera menyatakan Law is any rule of conduct likely to be enforced by the courts (hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan).
    Gluckman menyatakan Law is the whole reservoir of rules on which judges draw for their decisions (hukum adalah keseluruhan gudang-aturan di atas mana para hakim mendasarkan putusannya).
   Bohannan menyatakan Law is that body of binding obligations which has been reinstitutionalised within the legal institution (hukum adalah merupakan himpunan kewajiban-kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam pranata hukum).

4.Aliran Historis
      Karl von Savigny menyatakan All law is originally formed by custom and popular feeling, that is, by silently operating forces. Law is rooted in a people’s history: the roots are fed by the consciousness, the faith and the customs of the people (Keseluruhan hukum sungguh-sungguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga negara.

5.Aliran Hukum Alam
   Aristoteles menyatakan Hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspressikan bentuk dari konstitusi; hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan dan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
     Thomas Aquinas menyatakan Hukum adalah suatu aturan atau ukuran dari tindakan-tindakan, dalam hal mana manusia dirangsang untuk bertindak atau dikekang untuk tidak bertindak.
   Jhon Locke menyatakan Hukum adalah sesuatu yang ditentukan oleh warga masyarakat pada umumnya tentang tindakan-tindakan mereka, untuk menilai/mengadili mana yang merupakan perbuatan yang jujur dan mana yang merupakan perbuatan yang curang.
    Emmanuel Kant menyatakan Hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana terjadi kombinasi antara keinginan-keinginan pribadi seseorang dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain, sesuai dengan hukum-hukum tentang kemerdekaan.

6.Aliran Positivis
   Jhon Austin menyatakan Hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, dimana otoritasnya merupakan otoritas tertinggi.
   Blackstone menyatakan Hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa bagi orang-orang yang dikuasi, untuk ditaati.
    Hans Kelsen menyatakan Hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia… Hukum adalah kaidah-kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi


Pengertian Sejarah Hukum


  Sudah barang tentu bahwa sejarawan hukum harus memberikan sumbangsihnya kepada penulisan sejarah secara terpadu. Bahkan sumbangsih tersebut teramat penting mengingat pesan yang begitu besar yang dimainkan oleh hukum di dalam perkembangan pergaulan hidup manusia. Hal tersebut integral dalam pengertian bahwa ia tidak dapat diwujudkan dengan memidahkan hukum dari gejala-gejala kemasyarakatan lainnya, yang antara hal-hal tersebut dengan hukum dapat ditelusuri suatu keterkaitan. Namun bersamaan dengan itu hukum tetap parsiil, oleh karena sejarah hukum mempunyai suatu objek yang terbatas dan spesifik. Bahkan hal tersebut bukanlah tugas sejarawan hukum, melainkan tugas sejarawan umum, ekonomi, politik, kesenian, literatur dan sebagainya, mencoba menyelenggarakan penulisan sejarah secara integral. Untuk dapat memperoleh titik temu dengan Van den Brink secara maksimal dapat kiranya diutarakan di sini bahwa sejarah hukum merupakan bagian dari penyelenggaraan sejarah secara integral dengan memfokuskan perhatian pada gejala-gejala hukum, di mana penulisan sejarah secara integral pula mempergunakan hasil-hasil sejarah hukum dan sekaligus meredam efek samping yang terpaksa ikut muncul ke permukaan sebagai akibat peletakan tekanan pada gejala-gejala hukum. Namun tujuan akhir sejarah hukum, yakni menunjang dan bermuara di dalam penulisan sejarah secara integral tidak boleh melenyapkan tujuan parsiil yang spesifik dan perlu ada dari disiplin ini (dari permukaan), yakni penemuan dalil-dalil dan kecenderungan-kecenderungan perkembangan hukum. (John Gilissen dan Gorle, 2007:12).
   Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum sesuai dengan apa yang dicita-citakan, seyogyanya sejarah menyajikan dalam bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakatan dari abad ke abad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampai hari ini. Akan tetapi tidak terhingganya ruang lingkup misi yang akan dijelajah ini mengakibatkan bahwa untuk alasan-alasan praktis, maka biasanya penugasan tersebut dibelah menjadi daerah bagian tempat tolak punggung sebagai berikut: (John Gilissen dan Gorle, 2007:4)
1.Menurut tolok ukur kronologis, misalnya sejarah purbakala, abad pertengahan dan sebagainya
2.Menurut tolok ukur ilmu bumi, seperti sejarah Belgia, Amerika serikat dan lain-lain
3.Atas dasar tematik, yakni sejarah ekonomi, literatur, kesenian, hukum dan lain-lain.

   Sebagai ilmu pengetahuan, sejarah pergaulan hidup manusia tergolong ilmu pengetahuan sosial atau ilmu pengetahuan kemanusiaan (humaniora), yang mempunyai kesamaan dengan ilmu pengetahuan alam, yakni bahwa semua adalah empiris, artinya bertumpu pada pengamatan dan pengalaman suatu aspek tertentu dari kenyataan. Hanya ilmu-ilmu pengetahuan formil yang berada di luar hal-hal ini, seperti ilmu pasti, logika dan lain-lain, satu dan lain karena tidak mempunyai objek yang dapat diamati secara langsung, namun memiliki objek yang diabstraksi (perimbangan-perimbangan kuantitatif dan ruang, buah pikiran).


Team Smart


read more “Hukum, Sejarah Hukum”
Copyright © 2010 Blog Smart Consultant All rights reserved.
Wp Theme by Templatesnext . Blogger Template by Anshul