Perkembangan Demokrasi dan Civil Society

Perkembangan Demokrasi dan Civil Society


      Pemikiran tentang demokrasi merupakan respon terhadap perkembangan sistem kekuasaan sebelumnya yaitu monarchie yang berpusat pada kekuasaan seorang raja yang kemudian menimbulkan pemerintahan sewenang-wenang sebagai akibat terpusatnya kekuasaan pada tangan seseorang atau tirani. Penguasa tirani tidak lama bertahan karena kemudian disingkirkan oleh sekelompok bangsawan yang kemudian menciptakan pemerintahan aristokrasi yang kemudian karena terlalu mementingkan kelompok bangsawan mendapatkan perlawanan dari sekelompok orang yang ingin memperjuangkan kepentingan orang banyak yaitu kekuasaan oligarchi. Dalam perkembangan lebih lanjut kekuasaan oligarchi kemudian digantikan oleh kekuasaan demokrasi.

       Dalam perkembangan lebih lanjut teori demokrasi ini pun berkembang ada yang menitikberatkan pada konsep liberalisme yang melahirkan demokrasi liberal dan yang mementingkan sosial yang melahirkan teori demokrasi sosialis. Kedua pemikiran tersebut mempunyai kelemahan, yaitu demokrasi liberal melahirkan kebebasan individu, egois dan a-sosial , sementara demokrasi sosialis yang mengsubordinasikan hak-hak individu oleh negara sehingga menimbulkan penafsiran terhadap kecenderungan gejala-gejala sosial.  Penafsiran terhadap demokrasi kemudian bergeser bukan pada segi substani dan atau normatif melainkan pada segi prosedural di mana rakyat meraih hak-haknya dalam rangka kekuasaan pemerintah. Muladi, menjelaskan bahwa pemahaman tentang istilah demokrasi sangat bias karena merupakan suatu istilah yang penuh dengan nilai (value loaded). Akan tetapi terdapat asas-asas umum (general principles) yang menjadi ciri demokrasi yaitu :
1.keterlibatan warga negara dalam pengambilan keputusan;
2.adanya persamaan atau equality;
3.adanya perlindungan hak-hak dasar manusia;
4.adanya sistem perwakilan;
5.pemerintahan berdasar hukum atau rule of law;
6.sistem pemilihan yang menjamin pemerintahan mayoritas;
7.pendidikan masyarakat yang memadai;

       Menurut beberapa ahli tentang pemahaman demokrasi antara lain Cord dkk, Sargent serta Alfond dan Coleman.

     Demokrasi merupakan suatu terminologi yang sarat dengan makna dan tafsir. Satu hal yang pasti adalah bahwa pengertiannya berkaitan erat (linkage) dengan sistem sosial yang mendukungnya. Dengan demikian akan ternyata bahwa, di samping mengandung unsur-unsut yang universal (common denominator), demokrasi juga mengandung muatan-muatan kontekstual yang melekat pada suatu sistem sosial tertentu (cultural relativism). Dalam hal ini sering dikatakan bahwa “there is probably no single word which has been given more meanings than democracy”.

      Demokrasi telah tumbuh berabad-abad lamanya melalui modifikasi, baik melalui pelbagai teori demokrasi maupun melalui praktek demokrasi di pelbagai negara. Kajian komparasi menunjukkan bahwa terdapat perbedan-perbedaan yang berarti diantara pelbagai teori dan praktek tersebut, sehingga menciptakan keanekaragaman makna dan tafsir tentang kata “democratic”.

        Kata “democracy” menurut beberapa penulis hendaknya hanya digunakan untuk menggambarkan demokrasi langsung (direct democracy). Mereka bahkan ingin menggantikan istilah “democratic” dengan kata “republican” yang dirasa lebih akurat untuk mengartikan suatu sistem pemerintahan yang didasarkan atas wakil-wakil yang dipilih rakyat. Penulis yang lain memilih untuk memodifikasi istilah demokrasi, dengan menambahkan kata “participatory” di depannya guna memberikan tekanan terhadap pentingnya peranan warga negara dalam pengambilan keputusan yang terus menerus harus diberdayakan.

      Kata “democracy” berasal dari istilah Greel “demokratia” : “demos” (rakyat) dan “kratos” (pemerintahan), sehingga secara utuh bermakna pemerintahan oleh rakyat (rule by the people), yang menunjuk pada bentuk-bentuk pemerintahan rakyat yang bersifat partisipatori baik langsung atau atas dasar perwakilan. Dewasa ini istilah tersebut mempunyai makna positif di segala penjuru dunia, bahkan pelbagai pemerintahan yang sebenarnya tidak demokratispun (very little or even no rule by the people) menyebut dirinya demokratik.

    Hubungan antara demokrasi dan hukum nampak dari batasan bahwa “democracy is a political system which supplies regular constitutional opportunities for changing the governing official, and a social mechanism which permit the largest possible part of the population to influence major decision by choosing among contenders for political office”. Istilah “constitutional” menunjukkan bahwa pemerintahan selalu bersifat terbatas. Batasan-batasan atas praktek pemerintahan berdasarkan hukum tidak hanya berlaku untuk rakyat, tetapi juga untuk pemerintah.

    Pokok-pokok pikiran tersebut diatasnamakan apa yang dinamakan standar demokrasi (standard of democracy), walaupun demokrasi sendiri bukanlah suatu kesatuan yang statis (democracy is not a static entity). Secara ideal demokrasi menunjuk lebih dari sekedar mesin politik (political machinery), tetapi juga mengandung pandangan hidup (way of living) suatu masyarakat. Tinggi rendahnya standar demokrasi tergantung dari pelbagai faktor pendukung (falicitating condition), sperti tingkat kemajuan sosial ekonomi, kualitas golongan menengah, dan kualitas kepemimpinan.

    Pelbagai riset menunjukkan bahwa tingkat pemerataan kekayaan, perkembangan industri dan kemajuan pendidikan adalah  lebih tinggi di negara yang lebih demokratis. Slanjutnya hampir dapat dikatakan bahwa tidak mungkin demokrasi modern akan sukses tanpa adanya perkembangan yang berarti dari golongan menengah, yang diharapkan akan dapat menjembatani kesenjangan antara rakyat dan negara. Demikian pula dapat dikatakan bahwa tanpa adanya kepemimpinan yang efisien dan trampil demokrasi tidak mungkin efektif. Sekalipun demikian harus diakui bahwa faktor-faktor tersebut tidak mungkin berdiri sendiri-sendiri.

   Berkaitan dengan pembahasan tentang demokrasi, seringkali disebut-sebut tentang konsep ”civil society” atau masyarakat madani. Yang sering diartikan sebagai masyarakat beradab atau civilized society. Nurcholis Madjid menjelaskan bahwa istilah madinah itu berarti kota berasal dari akar kata yang sama dengan madaniyyah atau tamaddun yang berarti peradaban atau civilization. Dengan demikian secara garfiah kata madinah berarti tempat peradaban atau suatu lingkungan hidup yang beradab, memiliki kespoanan, civility, yakni tidak liar.



Referensi   
Carol C. Gould, Demokrai Ditinjau Kembali, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1993, hlm. 5-7 
Muladi, Dimensi Negara Hukum, Kepastian Hukum dan Rasa Keadilan Dalam Transformasi Nilai dan Struktur Bangsa, bahan kuliah Program Doktor UNDIP, 1997 
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Pancamadina, Jakarta, 1992, hlm. 319

Team Smart

read more “Perkembangan Demokrasi dan Civil Society”

Pengertian Filsafat

      Pengertian Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,  adalah 1) Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya, 2) Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan epistemologi.

        Plato (427 - 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles (382 - 322 SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, dan berisikan di dalamnya ilmu; metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. 

       Pengertian Filsafat secara umum adalah Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikirannya yang 1) rasional, metodis, sistematis, koheren, integral, 2) tentang makro dan mikro kosmos 3) baik yang bersifat inderawi maupun non inderawi. Hakikat kebenaran yang dicari dari berfilsafat adalah kebenaran akan hakikat hidup dan kehidupan, bukan hanya dalam teori tetapi juga praktek.

        Filsafat Hukum menurut Gustaff Radbruch adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar. Dan menurut Langmeyer: Filsafat Hukum adalah pembahasan secara filosofis tentang hukum, Anthoni D’Amato mengistilahkan dengan Jurisprudence atau filsafat hukum yang acapkali dikonotasikan sebagai penelitian mendasar dan pengertian hukum secara abstrak, Kemudian Bruce D. Fischer mendefinisikan Jurisprudence adalah suatu studi tentang filsafat hukum. Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti kebijaksanaan (prudence) berkenaan dengan hukum (juris) sehingga secara tata bahasa berarti studi tentang filsafat hukum.  

        Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut dengan hakikat. 

        Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum;
1.    Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum.
2.    Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya.

        Prof. Dr. H. Muchsin, SH. dalam bukunya Ikhtisar Filsafat Hukum menjelaskan dengan cara membagi definisi filsafat dengan hukum secara tersendiri, filsafat diartikan sebagai upaya berpikir secara sungguh-sungguh untuk memahami segala sesuatu dan makna terdalam dari sesuatu itu  kemudian hukum disimpulkan sebagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, berupa perintah dan larangan yang keberadaanya ditegakkan dengan sanksi yang tegas dan nyata dari pihak yang berwenang di sebuah negara. 


Referensi
 
  Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op. Cit, hlm. 11

  Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, hlm. 13

 Slide Muchsin, yang disampaikan pada Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Hukum Untag (Universitas 17 Agustus) Surabaya Angkatan ke 18 tanggal 11 November 2007
 Team Smart

read more “Pengertian Filsafat”

Manajemen Laba

Definisi Manajemen Laba


        Manajemen laba sebagai bentuk dari manipulasi laporan keuangan, hingga saat ini belum mempunyai batasan mengenai definisi dari manajemen laba. Berikut pendapat beberapa ahli mengenai definisi manajemen laba. Menurut Davidson, Stickney dan Weil dalam Sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi yang diterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.

       Schipper dalam Widodo Lo (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi atau campur tangan dengan maksud tertentu terhadap proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Definisi tersebut mengartikan bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitas mereka. Manajer melakukan manajemen laba dengan memilih metode atau kebijakan akuntansi tertentu untuk menaikkan laba atau menurunkan laba. Manajer dapat menaikkan laba dengan menggeser laba periode-periode yang akan datang ke periode kini dan manajer dapat menurunkan laba dengan menggeser laba periode kini ke periode-periode berikutnya.

       National Association of Certified Fraud Examimers dalam Sulistyanto (2008), mendefinisikan manajemen laba sebagai kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya

       Fisher dan Rosenzweig dalam Sulistyant (2008), menyebutkan bahwa manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.

       Lewitt dalam Sulistyanto (2008), menyatakan bahwa manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua dilakukan untuk menutupi konsekuensi dari keputusan- keputusan manajer.

       Sementara itu Healy dan Wahlen dalam Sulistyanto (2008), mengatakan bahwa manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan  untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kotrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.

       Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan permainan manajerial untuk memanipulasi laporan keuangan dengan mengatur besar kecilnya laba perusahaan demi kepentingan pribadi. Sementara itu Davin (2005) menyebutkan bahwa terdapat tujuh permainan manajerial untuk memanipulasi laporan keuangan yaitu dengan jalan mencatat pendapatan terlalu cepat, mencatat pendapatan palsu, mengakui pendapatan lebih cepat satu periode, mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya periode sebelum atau sesudahnya, tidak mengungkapkan semua kewajibannya, mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode sebelumnya dan mengakui pendapatan masa depan menjadi pendapatan periode berjalan
 
Model Empiris Manajemen Laba

        Sulistyanto (2008) menyebutkan secara umum terdapat tiga kelompok model empiris manajemen laba yang diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran yang digunakan yaitu model yang berbasis akrual agregat (aggregate accruals), akrual khusus (specific accruals) dan distribusi laba (distribution of earnings).
1.Model berbasis akrual agregat (aggregate accruals) merupakan model yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas rekayasa dengan menggunakan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Healy, DeAngelo dan Jones. Selanjutnya Dechow, Sloan dan Sweeney mengembangkan model Jones menjadi model yang dimodifikasi (modified Jones Model). Model ini menggunakan total akrual dan model regresi untuk menghitung akrual yang diharapkan (expected accruals)  dan akrual yang tidak diharapkan (unexpected accruals).
     
       Model Jones menggunakan sisa regresi total akrual dari perubahan penjualan dan property, plant and equipment sebagai proksi manajemen laba.. Model Healy merupakan model yang relatif sederhana karena menggunakan total akrual (total accruals) sebagai proksi manajemen laba. Total akrual disini merupakan penjumlahan discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan (discretion) manajerial, sementara undiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang tidak dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan manajer perusahaan.

       Model Angelo dikembangkan dengan menggunakan perubahan dalam total akrual (change in total accruals) sebagai proksi manajemen laba. Model Jones dimodifikasi (Modified Jones Model) menggunakan sisa regresi total akrual dari perubahan penjualan dan property, plant and equipment, dimana pendapatan disesuaikan dengan perubahan piutang yang terjadi pada periode bersangkutan.

2.Model akrual khusus (specific accruals), yaitu pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item atau komponen laporan keuangan tertentu dari industri tertentu. Misalnya piutang tak tertagih dari sektor industri tertentu atau cadangan kerugian piutang dari industri asuransi.
      
       Model ini dikembangkan oleh McNichols dan Wilson, Petroni, Beaver dan Engel, Beaver dan McNichols. McNichols dan Wilson mengembangka model yang menggunakan sisa provisi untuk piutang tak tertagih, yang diestimasi sebagai sisa regresi provisi untuk piutang tak tertagih pada saldo awal, serta penghapusan piutang periode berjalan dan periode yang akan datang sebagai proksi manajemen laba. Petroni menggunakan klaim terhadap estimasi cadanga kesalahan yang diukur selama lima tahun perkembangan cadangan kerugian penjaminan kerusakan property sebagai proksi manajemen laba.

       Model Beaver dan Engel menggunakan biaya yang tersisa dari kerugian pinjaman, yang diestimasi sebagai sisa regresi biaya dari kerugian pinjaman pada charge-of  bersih, pinjaman yang beredar, aktiva yang tidak bermanfaat dan melebihi satu tahun perubahan aktiva tidak bermanfaat sebagai proksi manajemen laba.

       Sementara Beneish mengembangkan model yang menggunakan hari-hari dalam indeks piutang, indeks laba kotor (gross margin), indeks kualitas aktiva, indeks depresiasi, indeks biaya administrasi umum dan penjualan, indeks total akrual terhadap total aktiva sebagai proksi manajemen laba. Model  Beaver dan McNichols menggunakan korelasi serial dari satu tahun perkembangan cadangan kerugian penjaminan kerusakan property sebagai proksi manajemen laba.

3.Model distribusi laba (distribution of earnings). Pendekatan ini dikembangkan dengan melakukan pengujian secara statistik terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan laba. Model ini terfokus pada pergerakan laba disekitar benchmack yang dipakai, misalkan laba kuartal sebelumnya. Untuk menguji apakah incidence jumlah yang berada di atas maupun di bawah bencmark telah didistribusikan secara merata atau merefleksikan ketidak berlanjutan kewajiban untuk menjalankan kebijakan yang telah dibuat.

       Model ini dikembangkan oleh Burgtahler dan Dichev, Degeorge, Patel dan Zeckhauser serta Myers dan Skinners. Model Burgtahler dan Dichev merupakan model yang menguji apakah frekuensi realisasi laba tahunan yang merupakan bagian atas (bawah) laba yang besarnya nol dan laba akhir tahun adalah lebih besar (kecil) daripada yang diharapkan untuk mendeteksi manajemen laba.

       Degeorge, Patel dan Zeckhauser mengembangkan model yang menguji apakah frekuensi realisasi laba kuartalan yang merupakan bagian atas (bawah) laba yang besarnya nol, laba akhir kuartal dan forecast investor adalah lebih besar (kecil) daripada yang diharapkan untuk mendeteksi manajeman laba.

       Model Myers dan Skinners merupakan model yang menguji apakah angka-angka laba meningkat yang berurutan adalah lebih besar dibandingkan angka-angka jika tanpa manajemen laba untuk mendeteksi manajemen laba.


Referensi
Sulistyanto, Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. PT. Grasindo. Jakarta.
Widodo Lo, Eko. 2005. Penjelasan Teori Prospek Terhadap Manajemen Laba.  Jurnal Akuntansi dan Manajemen. Vol. XVI. No. 1. April. STIE YKPN. Yogyakarta.



team Smart
read more “Manajemen Laba”

Sekretaris

Pengertian sekretaris menurut beberapa ahli antara lain;

a. Louis C. Nanassy dan William Selden, Businnes Dictionary ( 1960:184)
“ Secretary:an office employee who has responsible position than a stenograpraher and whose duties usually include taking and transcribing dictition; dealing with the public by answering the telephone, meeting callers, and making appointments; and maintening or filing records, lettter, ect. A secretary frequentyl acts as an admninistrative assitants or junior secretary.”
(Sekretaris: Seorang pegawai kantor yang memiliki kedudukan lebih bertanggung jawab daripada seorang stenografer dan tugas-tugasnya biasanya meliputi pengambilan dan penyalinan dikte; berurusan dengan publik untuk menjawab telepon, mengundang pertemuan, membuat perjanjian; dan memelihara atau mengarsip warkat-warkat, surat-surat, dan lain-lain. Seorang sekretaris sering bertindak sebagai seorang pembantu administrasi atau pimpinan muda.)
b. Alvina Treut Burrow cs.,
“ Secretary:
1. Someone who writes letter an keeps records for a person, company, etc.
2. Goverments official in charge of department: the secretary of labor.
3. A writing desk “
(Sekretaris:
1. Seseorang yang menulis surat dan memelihara warkat-warkat untuk orang, perusahaan, dan lai-lain.
2. Pegawai pemerintah yang mengepalai suatu departemen:sekretaris departemen perburuhan.
3. Meja tulis)
c. Webster’s New Words Dictionary:
“ Secretary:
1. A person employed to keep record, take care of correspondence and other writing tasks, etc., for an organization or individual.
2. A general official in over all charge of such work.
3. An official in charge of departement of goverment.
4. A writing desk, especially one topped with a small bookcase.
(Sekretaris:
1. Seorang pegawai yang memelihara warkat, melakukan korespondensi dan tugas-tugas tulis lainnya, dan sebagainya, untuk organisasi atau perseorangan.
2. Pegawai umum yang mengepalai bermacam-macam pekerjaan.
3. Seorang pegawai yang mengepalai suatu departemen.
4. Meja tulis, yang di atasnya terdapat rak buku kecil.)
d. C.L. Bernhart:
:Secretary:
1. A person who conduct correspondence, keeps record etc., for an individual or organization.
2. An office state charge wiht the superintendence and management of particular departement of goverment: Secretary of state.
3. A piece of furniture for use as writing desk.
4. A desk with booksehelves on top if it.
Sekretaris:
1. Seorang yang melakukan korespondensi, memelihara warkat, dan lain-lain untuk perseorangan atau organisasi.
2. Seorang kepala pejabat pemerintah yang mengawasi dan memimpin suatu departemen pemerintahan tertentu: Menteri Luar Negeri.
3. Sebuah perabotan untuk dipakai sebagai meja tulis.
4. Sebuah meja dengan rak buku di atasnya)
e. M. Braum dan Ramon C. Portugal
“ The term secretary as used in this booklet means an assistant to chief who takes dictation, prepares correspondence, receice visitor, chekcs or reminds her chief of his official engagement or appointment an performs many other related duties that increase the effectiveness of the duty.”
(Istilah ‘sekretaris’ yang dipakai dalam buku ini berarti seorang pembantu dari seorang atasan yang memerima pendektean, menyiapkan korespondensi, menerima tamu, memeriksa atau mengingatkan atasannya mengenai kewajiban yang resmi atau perjanjiannya, dan melakukan kewajiban-kewajiban lainnya yang berhubungan guna meninggikan efektivitas atasan.)
Berdasarkan pengertian para ahli diatas pada permulaannya sekretaris adalah seseorang petugas yang diberi kepercayaan untuk menyimpan rahasia. Kemudian lalu berarti petugas yang menyelenggarakan surat menyurat bagi seorang pejabat pimpinan yang meliputi pula surat-surat rahasia atau surat-surat bersifat pribadi yang tidak pada tempatnya disiarkan sembarangan. Akhirnya, tugas sekretaris itu diperluas dengan segi-segi tatausaha lainnya seperti misalnya memelihara dokumen-dokumen, menyambungkan atau menerima telepon, mencatat perjanjian-perjanjian dari pimpinannya, atau menyusun risalah-risalah rapat ( Liang Gie, 2007 ).
Jadi kesimpulannya sekretaris adalah seseorang yang dapat dipercaya oleh pimpinan dalam membantu memperlancar pekerjaan, terutama untuk penyelenggaraan kegiatan administratif yang menunjang kegiatan manajerial pimpinan atau kegiatan operasional perusahaan, serta membantu pimpinan dalam membina tata hubungan (komunikasi) dengan bawahan maupun pihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan (Yatimah, 2009: 33)

Peran Sekretaris

Dalam hubungan kerjasama peran sekretaris sangat stategis dalam memberikan dukungan kerja pimpinan. Untuk itu sekretaris harus berusaha mengenal pimpinannya: sifat pimpinan, adat kebiasaan, hobi serta kekuatan dan kelemahannya, cara dan kemajuan kerjanya, apa yang diperlukan untuk pekerjaannya. Untuk dapat bekerjasama dengan pimpinannya, yang harus dilakukan sekretaris antara lain: 1) bisa memelihara wibawa pimpinan, 2) sebagai bayangan atasannya untuk selalu memelihara kebijaksanaan manajemen, 3) selalu siap untuk memberikan pendapat bila diperlukan, 4) berusaha memahami maksud atasan, yaitu berusaha memahami tanggung jawab atasan atau pimpinan dan membantu melaksanakannya yaitu dengan cara: a) melancarkan pekerjaan dengan perencanaan yang baik, b) membagi tugas sesuai dengan keahlian karyawan, c) mengumpulkan pendapat dan mempertimbangkan dari semua karyawan dan pembantu, d) menciptakan gairah kerja dengan kesediaan menerima gagasan-gagasan, e) memelihara sistem kontrol dari kesinambungan kegiatan manajemen, f) menangani masalah-masalah human relation, g) menciptakan suasana berpikir positif, h) memelihara hubungan baik dengan relasi-relasi, i) menghadiri acara yang berkaitan dengan bisnisnya (Rosidah dan Sulistiyani, 2005:137).
Dalam membantu penyelenggaraan kegiatan administratif yang akan menunjang kegiatan manajerial pimpinan, peran sekretaris sangatlah penting. Secara garis besar peranan sekretaris terhadap atasan atau pimpinan antara lain: a) sumber dan filter informasi bagi pimpinan, dalam memenuhi fungsi, tugas dan tanggung jawab; b) assisten atau tangan kanan pimpinan dalam mengatur mengatur perusahaan, mulai dari administrative sampai human relations; c) perantara bagi pimpinan dan pihak-pihak yang ingin berhubungan dengan pimpinan; d) alternatif pemikiran dari pimpinan dalam hal penuangan ide-ide; e) secret keeper atau pemegang rahasia pimpinan kaitannya dengan tugas perusahaan; f) mediator pimpinan dengan bawahan.
Dalam kerjasama antara pimpinan dan sekretaris tidak menutup kemungkinan terjadi ketidakharmonisan, terlepas apakah kesalahan pimpinan atau sekretaris tidak dapat bekerjasama. Dalam hal ini sekretaris harus bertanggung jawab untuk menentukan bagaimana dan langkah apa yang harus dilakukan. Sebagai orang yang mempunyai peran atas pekerjaan pimpinan maka hal penting yang harus diketahui oleh sekretaris antara lain: 1) pimpinan membutuhkan pengertian sekretaris atas berbagai masalah yang dihadapi, 2) tanggung jawab pimpinan menyeluruh dan berat, 3) sekretaris harus memahami bahwa pimpinan juga mempunyai atasan lagi, yang juga sebagai pimpinannya, 4) sekretaris bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan rutin untuk kepentingan pimpinan atau perusahaan.
Sekretaris di samping menjadi orang kepercayaan pimpinan juga menjadi orang yang dipercaya oleh teman-teman sekantor. Upaya-upaya yang dilakukannya antara lain: 1) sekretaris harus mengikuti ide dari teman atau mereka sama baik ketika menjalankan ide sendiri, 2) tunjukkan bahwa informasi yang diperoleh akan dipertimbangkan sebaik-baiknya, 3) bagikan informasi yang dipunyai kepada temen-teman, mungkin orang lain juga akan memberikan informasinya sebagai masukan mengambil keputusan bersama, 4) ketika mencari kesempatan, pusatkan pada permasalahan dan hindari rasa ego, 5) jangan menutupi kesalahan, apabila terjadi kesalahan (Rosidah dan Sulistiyani, 2005:140).

Fungsi Sekretaris

Dalam organisasi fungsi sekretaris dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: berdasarkan ruang lingkup tugas sekretaris, kedudukan sekretaris dalam organisasi, dan hubungan sekretaris dengan pimpinan. Dimana fungsi sekretaris dilihat dari ruang lingkup tugasnya dibagi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Primer
Fungsi primer sekretaris adalah memberikan jasa atau pelayanan jasa administratif yang menunjang kegiatan operasional organisasi atau perusahaan atau unit organisasi melalui keterampilan, meliputi pengetikan, penanganan telepon, pengelolaan surat dan arsip lainnya, penanganan agenda, penggandaan, dan lain-lain.
2. Fungsi Sekunder
Fungsi sekunder sekretaris adalah turut menjamin kelancaran kegiatan organisasi atau perusahaan serta bertanggung jawab atas aktivitas rutin kantor dengan memanfaatkan beberapa pengetahuan, misalnya bisnis perusahaan, perbankan, statistik dan keuangan, hubungan antar manusia, komunikasi, teknik persiapan rapat, dan lain-lain.

Dilihat dari kedudukannya dalam organisasi fungsi sekretaris adalah sebagai berikut:
1. Staf atau karyawan
2. Resepsionis
3. Operator telepon
4. Arsiparis
5. Typis atau pengetik
6. Pembantu pimpinan
7. Public relation officer
8. Individu

Dilihat dari hubungannya dengan pimpinan fungsi sekretaris adalah:
1. Penjaga manajer
2. Asisten pribadi
3. Perawat
4. Penasihat


Referensi

Durotul Yatimah. 2009. Kesekretarisan Modern & Administrasi Perkantoran. Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Keahlian. Bandung, Pustaka Setia.
Gie,The Liang. 2007. Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta, Liberty.
Sutarto. 1989. Sekretaris dan Tatawarkat, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rosidah dan Sulistiyani. 2005. Menjadi Sekretaris Profesional & Kantor Yang Efektif. Jogjakarta, Gava Media.
read more “Sekretaris”

Konsumerisme dalam Masyarakat Kita

Kalau kita perhatikan bentuk dan gaya hidup masyarakat yang terwujud dalam mode pakaian, gaya rambut, selera makan, alat komunikasi yang digunakan serta kepemilikan terhadap barang elektronik, semakin kita sadari bahwa sekarang kita betul-betul hidup dalam era globalisasi. Coba kita perhatikan kawasan kota-kota besar Indonesia dipenuhi oleh menjamurnya pusat-pusat pebelanjaan dan hiburan semacam plaza, mall, supermarket, cafe, pub, diskotik, karaoke, panti sauna, dan spa. Lewat sarana inilah yang menyebabkan meningkatnya secara drastis pola dan budaya konsumsi.

Pusat-pusat perbelanjaan tersebut biasanya menempati lokasi dan kawasan-kawasan strategis serta pusat keramaian. Dalam pengembangan usahanya, tidak jarang kita mendengar melalui pemberitaan koran dan TV, pusat-pusat perbelanjaan tersebut menggusur lokasi pasar tradisional, kantor pemerintah ataupun sekolah-sekolah. Ini mengisyaratkan betapa kapital lebih berkuasa dan dominan menentukan bagaimana tata ruang kota dibentuk, bahkan kalau perlu harus menyingkirkan ruang-ruang publik dan sarana-sarana sosial warga kota.

Plaza dan mall yang buka dari pagi sampai malam memungkinkan orang untuk berbelanja segala kebutuhan dan kesenangan dengan sepuas-puasnya. Barang-barang dipajang sedemikian rupa dalam counter-counter yang menggoda, sehingga pembeli langsung bisa mengambilnya sebanyak yang dia suka. Anda dengan mudah bisa membeli TV, alat dapur, barang elektronik, sama mudahnya dengan belanja kebutuhan dapur dan makanan kaleng yang kemudian dibayang tunai (cash) atau menggunakan kartu kredit. Belanja menjadi urusan yang gampang, asyik, sejuk seperti halnya udara ruangan mall yang ber-AC dan harum. Mall seringkali juga dilengkapi dengan tempat permainan (games) buat anak-anak, yang menjadikan mall berfungsi ganda; belanja dan rekreasi untuk segala usia. Kondisi inilah yang kian memicu kian suburnya budaya konsumesrisme dalam masyarakat kita.

Dalam soal makanan, dengan mudahnya kita melihat maraknya pendirian restoran fast food yang menawarkan citra modern dan identitas gaya hidup baru di pelbagai pelosok negeri. Seakan ada norma baru yang berlaku, anda akan dianggap udik, kolot, dan kampungan bila belum menyantap pizza, hamburger dan sebangsanya. Sebalikya bagi mereka yang sudah mencoba langsung merasa menjadi bagian dari orang modern. Bisnis dalam bidang fast food sebagaimana kita ketahui adalah bisnis waralaba dari jaringan bisnis besar makanan/minuman semacam, KFC, McDonald, Pizza Hut, Hoka Bento Coca Cola dan sejenisnya.

Perilaku anak muda kita menarik untuk disimak, para pemuda kita begitu menggandrungi model rambut David Berckham, pemain sepak bola yang terkenal itu. Demikian pula halnya dengan remaja putri, potongan rambut dan gaya berpakaian mereka nyaris tidak ada bedanya dengan remaja putri para bintang film Amerika. Gaya ala bintang Hollywood dan acara MTV, sudah menghipnotis para remaja di belahan dunia manapun, yang menyimbolkan gaya hidup remaja yang menyiratkan kebebasan ala American style. Gaya hidup anak muda yang tergambar dalam film remaja seperti Baverly Hill ternyata banyak mempengaruhi pandangan persepsi remaja tentang persoalan seks dan pernikahan yang pada akhirnya menyebarkan virus gaya hidup serba permisif dalam tingkah laku sehari-hari mereka. Gaya berpakaian ala penyanyi Britney Spears langsung diserap menjadi rujukan mode bagi gadis remaja di kota-kota. Setiap lirik-lirik dari lagu-lagunya oleh para remaja nyaris terhapalkan di luar kepala.

Bukan hanya remaja yang terkena dampak dari budaya konsumerisme, orang dewasa pun banyak yang terjebak dalam bujuk rayu kapitalisme. Bagi orang miskin tentu sulit memahami bagaimana sebuah kendaraan bisa memiliki harga ratusan juta bahkan satu milliar lebih. Mobil-mobil mewah sepeti Volvo, Jeep, Land Cruiser dan Mercedez Benz, menurut pandangan pemiliknya memiliki citra yang tidak akan tergantikan oleh merek lain. Apalagi untuk seri-seri tertentu dari merek tersebut hanya dibuat secara terbatas, menyebabkan pemiliknya merasa memiliki prestisius sebagai orang pilihan. Kelebihan yang dimiliki oleh mobil mewah sesungguhnya bukan pada fasilitas dan kelengkapannya, melainkan lebih kepada merek itu sendiri. Padahal kalau diperhatikan dari segi teknologi dan fasilitas yang ada dari kendaraan tersebut hanya sedikit lebih saja dengan mobil-mobil dengan harga yang relatif terjangkau.

team Smart.

read more “Konsumerisme dalam Masyarakat Kita”

Badan Hukum

Pengertian Badan Hukum

Badan hukum (rechtpersoon, legel persons, persona moralis) adalah subjek hukum. Dalam pergaulan hidup di masyarakat terhadap badan hukum itu menimbulkan pertanyaan yang identik dengan pertanyaan terhadap subjek hukum, yakni apa dan siapa.

Pada pertanyaan pokok tersebut, pertama yaitu apa badan hukum itu tidak lain merupakan persoalan teori hukum sebagai teori dari hukum positif, sedang yang kedua yaitu siapa badan hukum itu merupakan persoalan hukum positif.

Pertanyaan pertama, apa badan hukum itu. Jawabannya dapat bertitik tolak dari jawaban apa subjek hukum yang pengertian pokoknya terumus, yaitu: (1) manusia dan (2) segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pada rumusan yang ke (2) atau terakhir inilah merupakan jawaban apa badan hukum itu.

Jadi jawaban teori hukum sebagai teori dari hukum positif ialah dengan mengemukakan kategori mengenai bentuk dasarnya yaitu badan hukum serta pengertian pokoknya sebagaimana bunyi rumusan bagian ke (2) di atas tadi.

Selain batasan pengertian pokok badan hukum di atas tadi, ada juga sarjana yang mengemukakan batasan apa badan hukum, seperti antara lain menurut Maijers, badan hukum adalah meliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Logemann, badan hukum adalah suatu personifikasi yaitu suatu bestendigheid (perwujudan, penjelmaan), hak-kewajiban. Hukum organisasi (organisatirecht) menentukan inneelijkstruktuur (struktur intern) dari personifikatie itu.

Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon), yaitu badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan bahwa badan hukum ialah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia. Badan hukum sebagai gejala kemasyarakatan adalah suatu gejala yang riil, merupakan fakta benar-benar, dalam pergaulan hukum, biarpun tidak berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu dan sebagainya. Yang menjadi penting bagi pergaulan hukum ialah hak badan hukum itu mempunyai kekayaan (vermogen) yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya, yaitu dalam hal badan hukum itu berupa korporasi. Hak kewajiban badan hukum sama sekali terpisah dari hak kewajiban anggotanya. Bagi bidang perekonomian, terutama lapangan perdagangan, gejala ini sangat penting.

Ada lagi suatu keuntungan adanya badan hukum itu. Badan hukum menjamin kontinuitas. Logemann: bestendigheid – hak kewajiban sesuatu penjelmaan – korporasi atau yayasan, biarpun pengurus penjelmaan itu selalu diganti. Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban, tetap ada diteruskan sedangkan pengurusnya yang menjadi wakil kontinuitas itu dapat berganti-ganti.

Berbeda dengan pendapat di atas, Bothingk tidak melihat realitas sebagai dasar hukum. Bagi Bothingk badan hukum itu hanya suatu gambar yuridis tentang identitas bukan manusia yang dapat melakukan perbuatan-perbuatan.

Menurut R. Subekti , badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim. Sedangkan R. Rochmat Soemitro mengemukakan, badan hukum (rechtpersoon) ialah suatu badan hukum dapat mempunyai harta, hak sewa kewajiban seperti orang pribadi.

Sri Soedewi Maschun Sofwan menjelaskan, bahwa manusia adalah badan pribadi, itu adalah manusia tunggal. Selain dari manusia tunggal dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain, disebut badan hukum yaitu kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan, yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan). Kedua-duanya merupakan badan hukum.

H. Th. Ch. Kal dan V.F.M. Den Hartog menerangkan bahwa purusa wajar yakni manusia ialah subjek hukum. Akan tetapi lain daripada manusia, menurut hukum ada juga subjek hukum yang lain, yang tidak bersifat wajar atau makhluk, melainkan merupakan sesuatu organisasi. Organisasi yang memperoleh sifat subjek hukum itu ialah purusa hukum atau badan hukum. Purusa hukum dapat bertindak dalam hubungan hukum sebagai purusa wajar ia boleh mempunyai milik, boleh berunding, boleh mengikat perjanjian, boleh bertindak dalam persengketaan hukum dan sebagainya dan memikul tanggung jawab dalam arti hukum tentang segala perbuatannya.

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, pengertian tentang pribadi hukum ialah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum – mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban-kewajiban – seperti yang dimiliki oleh seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian.

Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pengertian suatu badan hukum, yaitu badan yang di samping manusia perseorangan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.

Sudiman Kartodiprodjo menjelaskan, tiap manusia jadi merupakan orang. Manusia ini merupakan orang yang karena terbawa oleh keadaan bahwa ia manusia. Karena itu orang yang bercorak manusia itu disebut orang asli (natuurlijkr persoon), sebagai lawan subjek hukum lainnya, ialah badan hukum (rechtpersoon).

Hukum memberi kemungkinan, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, bahwa suatu perkumpulan atau badan lain dianggap sebagai orang, yang merupakan pembawa hak, suatu subjek hukum dan karenanya dapat menjalankan hak-hak seperti orang biasa, dan begitu pula dipertanggunggugatkan. Sudah barang tentu badan hukum ini bertindaknya harus dengan perantaraan orang biasa, akan tetapi orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya melainkan untuk dan atas pertanggung gugat badan hukum.

Orang asli atau disingkat orang diatur dalam Buku I Bab 1 – 3, sedang dasar kemungkinan adanya badan hukum itu diatur dalam Buku III Bab 9 KUHPerdata.

Menurut J.J. Dormeier istilah badan hukum dapat diartikan sebagai berikut:
1. persekutuan orang-orang yang di dalam pergaulan hukum bertindak selaku seorang saja;
2. yayasan, yaitu suatu harta atau kekayaan, yang dipergunakan untuk suatu maksud yang tertentu, yayasan itu diperlukan sebagai oknum.

Dari pendapat-pendapat di atas, dapatlah disimpulkan tentang pengertian badan hukum sebagai subjek hukum itu mencakup hal berikut, yaitu:
1. perkumpulan orang (organisasi);
2. dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbeterekking);
3. mempunyai harta kekayaan tersendiri;
4. mempunyai pengurus;
5. mempunyai hak dan kewajiban;
6. dapat digugat atau menggugat di depan Pengadilan.

Dalam pengertian pokok, apa badan hukum itu adalah segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Setelah memperoleh pengertian tentang apa badan hukum, maka pertanyaan kedua tentang siapa badan hukum harus pula dicari jawabannya.

Sehubungan dengan pertanyaan siapa badan hukum, maka jawabannya dapat bertitik tolak dari jawaban siapa subjek hukum menurut hukum positif yaitu manusia dan badan hukum. Jadi siapa badan hukum itu, jawaban atas pernyataan itu pun merupakan persoalan hukum positif, artinya jawabannya tergantung pada hukum yang berlaku di suatu negara tertentu, yaitu apakah sesuatu telah diakui atau ditentukan sebagai badan hukum. Perkataan siapa (sesuatu itu) merupakan pengakuan kualitas atau identitas tertentu menurut hukum positif atau hukum negara tertentu. Contohnya seperti hukum positif Indonesia yang mengakui yayasan sebagai badan hukum (Pasal 365 KUHPerdata dan yurisprudensi), sedang hukum yang berlaku di Inggris tidak. Contoh lain, hukum positif di Indonesia masih belum mengakui firma sebagai badan hukum, sedang hukum Prancis (yurisprudensi dan doktrin) dan Belgia (UU Tanggal 18 Mei 1873), firma adalah badan hukum. Adanya perbedaan tersebut ini karena mendasarkan pada teori-teori hukum yang satu sama lain berbeda.


Dalam perundang-undangan Indonesia sekarang sebagai kelanjutan dari ketentuan-ketentuan Hindia Belanda dahulu, berdasarkan Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945, maka ketentuan-ketentuan tentang badan hukum yang masih dualistis dikala itu sampai sekarang masih tetap berlaku walaupun keadaan perundang-undangan yang bersangkutan sudah tidak memadai lagi.


Referensi

Chidir Ali, 2005, Badan Hukum, Alumni, Bandung, hlm. 18
E. Utrecht, 1983, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Cetakan X, Ichtiar Baru, Jakarta, hlm. 63
R. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 32
Rochmat Soemitro, 1979, Penuntutan Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Cetakan VI, Eresco, Bandung, hlm. 13
Sri Soedewi Maschun Sofwan, t.th., Hukum Badan Pribadi, Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 24
Saul, 2010, Tesis Magister Hukum
H. Th. Ch. Kal dan V.F.M. Den Hartog, 1955, Pemandangan Ringkas Tentang Hukum Indonesia, Penerbit Noordhoff-Kolff NV, Jakarta, hlm. 56
Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, 1983, Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional (Suatu Orientasi), Edisi I, CV. Rajawali, Jakarta, hlm. 17
Wirjono Prodjodikoro, 1966, Asas-Asas Hukum Perdata, Cetakan V, Sumur, Bandung, hlm. 25


read more “Badan Hukum”

Sejarah dan Pengertian Gender

Sejarah dan Pengertian Gender

Gender memang tidak bersifat universal, tetapi hierarki gender dapat dikatakan universal. Oleh karena subordinasi perempuan tidak dapat dijelaskan dengan perbedaan jenis kelamin, maka kemudian lahirlah konsep gender. Secara garis besar teori yang dikembangkan untuk menjelaskan hierarki gender dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: teori adaptasi awal, teori teknik-lingkungan, teori sosiobiologi, dan teori struktural.1

Teori Adaptasi Awal menyatakan bahwa adaptasi awal manusia merupakan dasar pembagian kerja secara seksual. Teori adaptasi awal dibangun berdasarkan asumsi sebagai berikut:
1. Berburu sangat penting bagi kelangsungan hidup nenek moyang kita.
2. Laki-lakilah yang hampir selalu melakukan kegiatan berburu.
3. Perempuan tergantung pada laki-laki untuk memperoleh daging.
4. Laki-laki berbagi daging buruannya terutama dengan istri-istrinya dan anak-anaknya.
5. Sekali pola pembagian peran berdasarkan jenis kelamin ini terbentuk, dia tidak berubah hingga sekarang.

Teori teknik-lingkungan didasarkan pada apa yang dianggap sebagai hukum alam, yaitu kelangkaan sumber daya dan tekanan penduduk. Teori ini menjelaskan bahwa upaya untuk mengontrol pertumbuhan penduduk telah menjadi masalah sejak dulu. Dalam konteks ini, subordinasi perempuan berakar pada peran reproduktif mereka.

Menurut teori Teori Sosiobiologi dominasi laki-laki muncul sebagai akibat seleksi alam, terutama yang berkaitan dengan ketahanan tubuh. Serangkaian teori yang dikelompokkan dalam kategori teori struktural dibangun berdasarkan asumsi bahwa subordinasi perempuan adalah kultural sekaligus universal. Salah satu kelompok teori yang masuk golongan struktural ini beranggapan bahwa perempuan mempunyai status yang lebih rendah dan otoritas yang lebih sedikit daripada laki-laki. Dengan demikian status relatif perempuan tergantung pada derajat keterlibatan mereka dalam arena publik dan partisipasi laki-laki dalam arena domestik.

Kelompok lain dari teori stuktural berpendapat bahwa subordinasi perempuan itu struktural, akan tetapi ia berakar pada pembagian kerja berdasarkan gender. Pembagian kerja ini bersumber pada asosiasi simbolik yang universal antara perempuan dengan alam dan laki-laki dengan budaya.

Kemudian apakah konsep gender itu sendiri? Beberapa tahun terakhir, gender menjadi satu kajian keilmuan tersendiri yang mampu melakukan kajian analisa atas berbagai kasus permasalahan kehidupan bermasyarakat. Meskipun demikian banyak sekali kesalahpahaman dalam masyarakat menyangkut apa itu gender. Gender menjadi identik dengan perjuangan kaum perempuan. Pemahaman gender menjadi lebih sempit kepada pengertian seks (jenis kelamin) semata padahal gender mempunyai satu pengertian dan pemahaman yang lebih luas dari hanya sekedar pengertian seks (jenis kelamin) tersebut.

Pembedaan antara kata gender dan kata seks (jenis kelamin), merupakan langkah awal untuk memahami konsep gender dan persoalan yang dialami kaum perempuan yang disebabkan oleh perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender (gender inequalities), karena secara mendasar gender berbeda dengan jenis kelamin biologis. Seks (jenis kelamin) merupakan pemberian atau ketentuan Tuhan (kodrat). Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan, artinya alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan dan secara permanen tidak berubah.

Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.2 Julia Cleves Mosse menggambarkan gender sebagai seperangkat peran, seperti halnya kostum dan topeng dalam teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin.3 Berbeda dengan seks, dalam gender sifat yang melekat pada manusia dapat ditukar, maksudnya laki-laki dapat bersifat seperti perempuan, dan juga sebaliknya perempuan dapat bersifat seperti laki-laki. Jadi konsep gender dapat pula diartikan sebagai semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas lainnya.4

Seorang ahli antropologi, Alice Schlegel, menggunakan istilah gender meaning (pengartian gender) yang mempunyai arti serupa dengan ideologi gender, yaitu bagaimana kedua jenis kelamin “dipersepsikan, dinilai, dan diharapkan untuk bertingkah laku”. Menurutnya pengartian gender ini bisa dibedakan dalam pengartian umum dan pengartian khusus.

Pengertian umum adalah “bagaimana laki-laki dan perempuan didefinisikan dalam arti yang abstrak, yaitu ciri-ciri khusus yang diberikan pada mereka atas dasar jenis kelamin mereka”. Sedangkan pengertian khusus adalah “pendefinisian gender menurut lokasi tertentu dalam struktur sosial atau dalam bidang kegiatan tertentu”. 5 Adapun sejarah perbedaan gender terjadi melalui proses yang sangat panjang, antara lain dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial melalui ajaran agama maupun negara, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan.

Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks, tetapi perbedaan gender tidak selalu bertumpu pada perbedaan biologis. Misalnya, fungsi mengasuh anak dan pengurusan rumah tangga tidak selalu dikerjakan oleh perempuan atau ibu. Bahkan seringkali perempuan aktif dalam pekerjaan yang pada masyarakat ”Barat” digolongkan sebagai “pekerjaan laki-laki”. Oleh karena jenis pekerjaan tersebut dapat dipertukarkan dan tidak bersifat universal, apa yang sering disebut sebagai “kodrat perempuan” dalam kasus mendidik anak dan mengatur rumah tangga, sesungguhnya adalah gender.


Referensi
1 Fauzie Ridjal, dkk.(editor), Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesial, PT Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1993, hal. 33-34.
2 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 1996, hal. 8.
3 Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 3.
4 Mansour Fakih, Op.Cit., hlm. 9.
5 Schegel , diambil dalam Ratna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1997, hlm 196.
read more “Sejarah dan Pengertian Gender”

Perjanjian...

Pengertian Perjanjian

Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Definisi tersebut oleh Purwahid Patrik dianggap memiliki kelemahan karena disatu pihak kurang lengkap dan dipihak lainnya terlalu luas. Dianggap kurang lengkap karena hanya merumuskan perjanjian sepihak saja, padahal dalam kehidupan sehari-hari di samping perjanjian sepihak juga dapat dijumpai suatu perjanjian yang para pihaknya mempunyai hak dan kewajiban. Perjanjian inilah yang disebut dengan perjanjian timbal-balik. Perjanjian timbal-balik ini juga merupakan perjanjian yang seharusnya tercakup dalam batasan perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut.

Sebaliknya dikatakan terlalu luas, karena perjanjian menurut pasal tersebut diartikan sebagai suatu perbuatan. Apabila setiap perjanjian dikatakan sebagai suatu perbuatan, maka segala perbuatan baik yang bersifat hukum atau tidak, dapat dimasukkan dalam suatu perjanjian, misalnya perbuatan melawan hukum, perwakilan sukarela dan hal-hal mengenai janji kawin. Atas dasar alasan-alasan itulah maka para Sarjana Hukum merasa perlu untuk merumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian. Subekti memberikan definisi perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sudikno Mertokusumo memberikan definisi perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan pada debitor dalam perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditor dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian adalah pelaksanaan dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut. Dalam hal debitor tidak melaksanakan perjanjian yang telah disepakati tersebut, maka kreditor berhak untuk menuntut pelaksanaan kembali perjanjian yang belum, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan secara bertentangan atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, dengan atau tidak disertai dengan penggantian berupa bunga, kerugian dan biaya yang telah dikeluarkan oleh kreditor.

Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata).

Definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal janji kawin, yaitu perbuatan di dalam hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga. Namun, istimewa sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri. Sehingga hukum ke III KUH Perdata secara langsung tidak berlaku juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.

Pada umumnya, perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat tertulis, maka perjanjian ini bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan. Untuk beberapa perjanjian undang-undang menentukan bentuk tertentu, apabila bentuk itu tidak dituruti, perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian, bentuk tertulis tadi tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat adanya (bestaanwaarde) perjanjian. Misalnya, perjanjian mendirikan perseroan terbatas harus dengan akta notaris (Pasal 38 KUHD).

Hukum perjanjian dibicarakan sebagai bagian dari pada hukum perikatan, sedangkan hukum perikatan adalah bagian dari pada hukum kekayaan, maka hubungan yang timbul antara para pihak di dalam perjanjian adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan. Karena perjanjian menimbulkan hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan, maka dapat kita simpulkan bahwa perjanjian menimbulkan perikatan.

Itulah sebabnya dikatakan, bahwa perjanjian adalah salah satu sumber utama perikatan. Dan karenanya ada yang mengatakan, bahwa perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan atau perjanjian obligatoir. Sebagai dikatakan di depan, perikatan di sini merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam lapangan hukum kekayaan, di mana pada satu pihak ada hak dan pada pihak yang lain ada kewajiban. Hal itu berarti, bahwa perjanjian sebagai yang dimaksud oleh Pasal 1313 (baru) menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban (saja). Ini membedakannya dari perjanjian-perjanjian yang lain (yang riil).

Jika diperhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.

Referensi

Ibid, hlm 46.
J.Satrio,2001,Hukum Perikatan,Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian,Buku I,Citra Aditya Bakti,Bandung,hlm 28.
Kartni Muljadi dan Gunawan Widjaja,2004,Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,PT.Raja Grafindo Persada,Jakarta,hlm 92.
Marian Darus Badrulzaman,2005,Aneka Hukum Bisnis,Alumni,Bandung,hlm 18
Purwahid Patrick,1994,Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju,Bandung,hlm 45.
Subekti,2004,Hukum Perjanjian,Intermasa,Jakarta,hlm 1.
Sudikno Mertokusumo,2002,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,Yogyakarta,hlm 97.


read more “Perjanjian...”

Kemiskinan....

KEMISKINAN......

Kemiskinan merupakan masalah sosial dimana kemiskinan tidak hanya menjadi masalah bagi negara yang sedang berkembang, bahkan negara majupun mengalami kemiskinan walaupun tidak sebesar negara dunia ketiga. Kemiskinan menjadi salah satu tugas negara yang harus diselesaikan dengan melibatkan partisipasi dari semua unsur masyarakat untuk terlibat di dalamnya.

Menurut Nasikun (1995;10) kemiskinan didefiniskan sebagai: “ sebuah fenomena multifaset, multimensional, dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hisup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hodup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam aliensi, akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap”.

Kemiskinan dalam pengertian yang luas dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidak-mampuan baik secara individu, keluarga maupun kelompok, sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain. Dari berbagai sudut pandang pengertian kemiskinan dapat dikelompokkan dalam tiga bentuk, yakni kemiskinan struktural, kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan ,sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenaranya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan miskin kultural berkaian erat dengan seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya, sekalipun ada pihak lain yang membantunya.

read more “Kemiskinan....”
Copyright © 2010 Blog Smart Consultant All rights reserved.
Wp Theme by Templatesnext . Blogger Template by Anshul