Kepercayaan merek (trust in a brand) didefinisikan sebagai keinginan pelanggan untuk bersandar pada sebuah merek dengan risiko-risiko yang dihadapi karena ekspektasi terhadap merek itu akan menyebabkan hasil yang positif (Tjahyadi, 2006:71). Kepercayaan konsumen terhadap merek merupakan variabel yang menghasilkan komitmen pelanggan dengan keterlibatan yang tinggi, di mana memiliki efek yang kuat dalam penilaian konsumen terhadap kepuasan secara keseluruhan (Delgado dan Munuera 2001 dalam Hasan Afzal, et.al, 2010).

Kepercayaan memiliki dua dimensi, yaitu kredibilitas dan benevolence. Kredibilitas didasarkan pada keyakinan akan keahlian partner untuk melakukan tugasnya secara efektif dan dapat diandalkan. Benevolence adalah suatu keyakinan bahwa maksud dan motivasi partner akan memberikan keuntungan bersama (Doney dan Canon, 1997 dalam Tjahyadi, 2006:71). Hal ini menjelaskan bahwa penciptaan awal hubungan dengan partner didasarkan pada trust (kepercayaan).

Menurut Lau dan Lee (dalam Yohana, 2007), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga factor ini berhubungan dengan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut adalah merek itu sendiri (Brand characteristic), perusahaan pembuat merek (Company characteristic), dan konsumen (Consumer-brand characteristic).
 1. Brand characteristic
    Brand characteristic mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan pengambilan      keputusan konsumen untuk     mempercayai suatu merek. Hal ini disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik     merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi mempunyai reputasi (Brand Reputation), dapat diramalkan     (Brand Predictability), dan kompetensi merek (Brand Competence) (Lau dan Lee, 1999 dalam Tjahyadi, 2006:72).
     a. Brand Reputation
             Brand reputation berkenaan dengan opini dari orang lain bahwa merek itu baik dan dapat        diandalkan (reliable).         Reputasi merek dapat dikembangkan bukan saja melalui advertising dan public relation, tapi juga dipengaruhi oleh         kualitas dan kinerja produk. Pelanggan akan mempersepsikan bahwa sebuah merek memiliki reputasi baik, jika sebuah         merek dapat memenuhi harapan mereka, maka reputasi merek yang baik tersebut akan memperkuat kepercayaan         pelanggan (Lau dan Lee, 1999 dalam Tjahyadi, 2006:73).

     b. Brand Predictability
       Predictable brand adalah merek yang memungkinkan pelanggan untuk mengharapkan bagaimana sebuah merek akan         memiliki performance pada setiap pemakaian. Predictability mungkin karena tingkat konsistensi dari kualitas produk.         Brand predictability dapat meningkatkan keyakinan konsumen karena konsumen mengetahui bahwa tidak ada sesuatu         yang tidak diharapkan akan terjadi ketika menggunakan merek tersebut. Karena itu, brand predictability akan         meningkatkan kepercayaan terhadap merek karena predictability menciptakan ekspektasi positif (Kasperson et al.,         1992; Lau dan Lee, 1999 dalam Tjahyadi, 2006:73).

    c. Brand Competence
        Brand competence adalah merek yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh         pelanggan, dan dapat memenuhi kebutuhannya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian dan karakteristik yang         memungkinkan suatu kelompok memiliki pengaruh dalam suatu wilayah tertentu (Butler dan Cantrell, 1984; Lau dan         Lee, 1999 dalam Tjahyadi, 2006:73). Ketika diyakini bahwa sebuah merek itu mampu untuk menyelesaikan         permasalahan dalam diri pelanggan, maka pelanggan tersebut mungkin berkeinginan untuk meyakini merek tersebut.

2. Company characteristic
  Company characteristic yang ada dibalik suatu merek juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen terhadap     merek tersebut. Pengetahuan konsumen tentang perusahaan yang ada di balik merek suatu produk merupakan dasar awal     pemahaman konsumen terhadap merek suatu produk. Karakteristik ini meliputi kepercayaan terhadap perusahaan (Trust     in Company), reputasi perusahaan (Company Reputation), motivasi perusahaan yang diinginkan (Company Perceived     Motives), dan integritas suatu perusahaan (Company Integrity) (Lau dan Lee, 1999 dalam Tjahyadi, 2006:72). 
     a. Trust in the Company
        Dalam kasus perusahaan dan mereknya, perusahaan merupakan entitas terbesar dan merek     merupakan entitas terkecil         dari entitas terbesar tersebut. Sehingga, pelanggan yang percaya terhadap perusahaan kemungkinan percaya terhadap         mereknya (Tjahyadi, 2006:74).
    
     b. Company Reputation
        Ketika pelanggan mempersepsikan opini orang lain bahwa perusahaan dikenal adil dan jujur, maka pelanggan akan         merasa lebih aman dalam memperoleh dan menggunakan merek perusahaan. Dalam konteks saluran pemasaran, ketika         perusahaan dinilai memiliki reputasi yang baik, maka pelanggan kemungkinan besar akan percaya pada pengecer dan         vendor (Anderson dan Weitz, 1992 dalam Tjahyadi, 2006:74).

    c. Company Reputation
        Ketika pelanggan mempersepsikan opini orang lain bahwa perusahaan dikenal adil dan jujur, maka pelanggan akan         merasa lebih aman dalam memperoleh dan menggunakan merek perusahaan. Dalam konteks saluran pemasaran, ketika         perusahaan dinilai memiliki reputasi yang baik, maka pelanggan kemungkinan besar akan percaya pada pengecer dan         vendor (Anderson dan Weitz, 1992 dalam Tjahyadi, 2006:74).

     d. Company Integrity
        Integritas perusahaan merupakan persepsi pelanggan yang melekat pada sekumpulan dari prinsip-prinsip yang dapat         diterima. Perusahaan yang memiliki integritas tinggi tergantung pada konsistensi dari tindakannya di masa lalu,         komunikasi yang akurat tentang perusahaan dari kelompok lain, keyakinan bahwa perusahaan memiliki sense of justice         yang kuat, serta tindakannya sesuai dengan janji-janjinya. Jika perusahaan dipersepsikan memiliki integritas tersebut,         maka kemungkinan merek perusahaan akan dipercaya oleh pelanggan (Lau dan Lee, 1999 dalam Tjahyadi, 2006:74).

 3. Consumer-brand characteristic
     Consumer-brand characteristic merupakan dua kelompok yang saling mempengaruhi. Oleh sebab itu, karakteristik              konsumen – merek dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Karakteristik ini meliputi kemiripan antara                 konsep emosional konsumen dengan kepribadian merek (Similarity between Consumer self-concept & Brand                  Personality), kesukaan terhadap merek (Brand Liking), pengalaman terhadap merek (Brand Experience), Kepuasan              akan merek (Brand Satisfaction), dan Dukungan teman (Peer Support) (Lau dan Lee, 1999Tjahyadi, 2006:72).                 
Masing-masing karakteristik, dapat dijelaskan sebagai berikut:

 a. Kemiripan antara konsep diri konsumen dan personalitas merek
   Konsep diri merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan dirinya sebagai objek sehingga sering          kali dalam konteks pemasaran dianalogkan merek sama dengan orang (Riana, 2008:186). Merek mempunyai citra dan          personalitas dimana citra merek merupakan satu set asosiasi yang dihubungkan dengan satu merek yang selalu diingat          konsumen yang dirasa memberikan personalitas. Konsumen kadang berinteraksi dengan merek layaknya dengan                 manusia khususnya jika merek dikaitkan dengan produk dengan keterlibatan tinggi. Dion et.al. (1995) seperti dikutip            oleh Yohana (2007:67) menunjukkan bahwa persamaan personalitas antara pembeli dan sales person dalam hubungan          industrial pembelian mempengaruhi trust pembeli pada sales person. Bila atribut fisik suatu merek atau personalitas             dipertimbangkan menjadi sama pada citra diri konsumen maka konsumen akan mempercayainya.

 b. Kesukaan akan merek
    Kesukaan terhadap merek menunjukkan kesukaan yang dimiliki oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain karena            kesamaan visi dan daya tarik. Kesukaan menunjukkan kesenangan yang pasti satu pihak terhadap pihak lain karena              pihak tersebut menemukan pihak lain yang lebih cocok dan menyenangkan. Untuk memulai suatu hubungan, suatu               pihak harus disukai oleh pihak lain. Bagi konsumen yang akan membentuk hubungan dengan suatu merek, maka                 proses awalnya adalah konsumen harus menyukai merek tersebut. Ketika seorang konsumen menyukai suatu merek,            maka konsumen akan terdorong untuk menemukan sesuatu yang lebih tentang merek tersebut, hal inilah yang                 merupakan latar belakang tahap untuk mempercayai merek tersebut. Dalam pemasaran, jika konsumen menyukai suatu         merek dan menemukan merek yang menyenangkan serta cocok, konsumen mungkin akan lebih mempercayai merek            tersebut atau menunjukkan keinginan untuk percaya pada merek tersebut (Lau dan Lee, 1999 seperti dikutip oleh                 Yohana, 2007).

  c. Pengalaman akan merek
     Pengalaman akan merek menunjukkan bertemunya merek dengan konsumen di masa lalu terutama dalam                 penggunaannya yang dilakukan secara berulang sehingga menghasilkan komitmen untuk jangka panjang. Pada riset              yang dilakukan oleh Scanzoni (1979) dan Dwyer et al. (1987); Lau dan Lee (1999) dalam Yohana (2007), menjelaskan          bahwa pengalaman dengan channel partner bertambah seiring dengan meningkatnya hubungan dan pengertian serta              kepercayaan satu sama lain. Dengan perkataan lain, konsumen yang mempunyai pengalaman lebih dengan satu merek          akan lebih mengerti dan makin lebih mempercayai merek tersebut yang tidak dibatasi pada pengalaman positif saja               tetapi juga pada beberapa pengalaman yang memperbaiki kemampuan konsumen untuk memprediksi kinerja merek.

d.   Kepuasan akan merek
      Kepuasan akan merek dapat didefinisikan sebagai hasil dan evaluasi terpilihnya suatu merek dan beberapa alternatif             yang sesuai atau bahkan melebihi harapan (Bloemer & Kasper, 1995; Lau & Lee, 1999, seperti dikutip Yohana, 2007).         Dalam hubungan yang berkelanjutan, kepuasan di masa lalu mengindikasikan adanya ekuitas di dalam pertukaran.                Menurut Butler (1991); Lau & Lee (1999); seperti dikutip Yohana (2007), mengidentifikasikan bahwa pemenuhan janji          merupakan anteseden trust dalam hubungan pemasaran industri. Ketika konsumen puas dengan suatu merek setelah            menggunakannya, situasi ini sama dengan terpenuhinya janji.

 e.   Dukungan teman
       Penentu yang penting dalam perilaku individu adalah pengaruh dari orang lain dimana pembelian suatu produk oleh              konsumen akan mengkonfirmasikan terlebih dahulu dengan teman satu kelompoknya untuk merespon pendapat dan            reaksi mereka terhadap pemilihan dan penggunaan produk tersebut (Bearden & Rose, 1990, dalam Yohana, 2007)               Konsumen akan mempercayai suatu merek jika teman yang lain juga menyampaikan tentang hal yang sama, dengan              kata lain konsumen secara tidak langsung mendapatkan ijin dan dukungan dan teman satu kelompok dalam tindakan            berikutnya.

4. Sikap terhadap merek
      a. Pengertian Sikap
          Sikap disebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer.           Sikap juga merupakan salah satu konsep yang paling penting yang digunakan pemasar untuk memahami konsumen.           Definisi sikap menurut Allport dalam Setiadi (2003) adalah suatu mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan           untuk menanggapi, diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang mengarahkan dan atau dinamis           terhadap perilaku. Definisi yang dikemukakan oleh Allport tersebut mengandung makna bahwa sikap adalah           mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu obyek baik disenangi ataupun tidak disenangi           secara konsisten. Engel dalam Suwito (2007:25) membagi sikap menjadi tiga komponen sebagai berikut:
          a).  Kognitif
                Kognitif berhubungan dengan pengenalan dan pengetahuan obyek beserta atributnya.
          b).  Afektif
                Afektif memberikan tanggapan tentang perasaan terhadap obyek dan atributnya.
          c).  Konasi
                Dalam konasi seorang memiliki minat dan tindakan dalam sebuah perilaku.

 Engel dalam Suwito (2007:26) menjabarkan dimensi sikap sebagai berikut:
      1. Valance
          Mengaju pada sikap positif , sikap negatif, atau netral.
      2. Extermity
          Keekstriman merupakan intensitas kesukaan dan ketidak sukaan.
      3. Resistance
          Tingkat dimana sikap kebal terhadap perubahan.
      4.  Persistence
           Merefleksikan bahwa sikap dapat berubah secara perlahan-lahan /gradual.
      5.  Confidence
           Tidak semua sikap berada pada tingkat keyakinan yang sama
 

   b. Sikap terhadap Merek
       Sikap terhadap merek menurut Assael (2001: 282) adalah kecenderungan yang dipelajari oleh konsumen untuk        mengevaluasi merek dengan cara mendukung (positif) atau tidak mendukung (negatif) secara konsisten. Evaluasi        konsumen terhadap merek tertentu ini di mulai dari sangat jelek sampai sangat bagus. Sikap terhadap merek        didasarkan pada skema tentang merek tersebut yang telah tertanam dibenak konsumen.  
      Merek bukanlah sekedar nama yang menempel pada suatu produk. Beragamnya produk dan derasnya arus informasi,          mengakibatkan merek menjadi hal pertama yang diingat oleh konsumen. Oleh karena itu, perusahaan berusaha untuk            menanamkan merek produk dalam benak konsumen, sehingga mereka akan menjadi loyal pada merek tersebut. Hal ini         dapat dilakukan melalui penciptaan proporsi nilai yaitu dengan memberi nilai tambah bagi suatu produk. Akibatnya,              akan mempengaruhi rasa suka atau tidak suka terhadap merek suatu produk (Aaker dan Myers, 1991)
     Variable sikap terhadap merek diukur dengan menggunakan dimensi sikap terhadap merek (Assael, 2001:82) yaitu        tentang pernyataan mental penerima pesan yang menilai positif atau negative, bagus-tidak bagus, suka-tidak suka,        berkualitas-tidak berkualitas suatu produk.
       Apabila seorang konsumen memiliki sikap yang positif terhadap produk atau jasa yang dijual, maka perusahaan        mempertahankan sikap positif tersebut. Tetapi bila konsumen memiliki sikap yang negatif maka perusahaan perlu        mengetahui sebab-sebabnya dan berusaha untuk mengubahnya agar konsumen tersebut memiliki sikap positif.


Daftar Pustaka        

Afzal, Hasan, Muhammad Aslam Khan,  Kashif ur Rehman, Imran Ali, Sobia Wajahat. 2010. Consumer’s Trust in the Brand: Can it Be Built through Brand Reputation, Brand Competence and Brand Predictability. International Business Research Vol 3 No. 1 Januari 2010

Nasution, Reza dan Widjadjayanto, Angela. 2007. Proses pembentukan kepercayaan konsumen: Studi kasus pada sebuah usaha kecil menengah percetakan digital di Bandung. Jurnal Manajemen Teknologi Volume 6 No. 2 2007 hal 93-113.

Yohana Ari R. 2007. Trust In A Brand dan Hubungannya dengan Loyalitas merek pada Hanphone Nokia. Jurnal Ekobis Volume 8, No. 1, Januari 2007.

Riana, Gede. 2008. Pengaruh Trust In A Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Air Minum Aqua Di Kota Denpasar. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar. Buletin Studi Ekonomi Volume 13 Nomor 2 Tahun 2008

Tjahyadi, Rully Arlan. 2006. Brand Trust Dalam Konteks Loyalitas Merek: Peran Karakteristik Merek, Karakteristik Perusahaan, Dan Karakteristik Hubungan Pelanggan-Merek. Jurnal Manajemen, Vol. 6, No. 1, Nov 2006


Team Smart